Selasa, 29 Juni 2021

Syeikh Abdul Karim Al Banjari

Ulama Banjar, Syekh Abdul Karim Al Banjari Tuntut Ilmu ke Makkah Diusia 15 Tahun Naik Kapal Perang

Syekh Abdul Karim Al Banjari (kiri) bersama KH. Abdul Syukur asal Kota Martapura, Kalimantan Selatan. (foto: laman fb M.Syafii)
Syekh Abdul Karim Al Banjari (kiri) bersama KH. Abdul Syukur asal Kota Martapura, Kalimantan Selatan. (foto: laman fb M.Syafii)

Syekh Abdul Karim Al Banjari merupakan salah seorang ulama masyhur yang terakhir mengajar di Masjidil Haram. Syekh Abdul Karim adalah ulama besar kelahiran Banjarmasin. Sejak usia 15 tahun, dia sudah meninggalkan banua Kalimantan Selatan untuk menuntut ilmu ke Masjidil Haram. Kendati saat itu ke Makkah bukanlah perkara mudah, namun dengan tekad yang kuat, dia bisa berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal perang.  

KORANBANJAR.NET – Syekh Abdul Karim Al Banjari mengajar di Masjidil Haram. Dia ulama asal Indonesia terakhir yang mengajar di Masjidil Haram. Dikatakan demikian karena sesudah beliau wafat, sampai ditulisnya risalah ini, tidak ada lagi orang Indonesia yang mengajar di sana.

Dikutip dari laman Alif.id, Syekh Abdul Karim Al Banjari seorang Tuan Guru berlevel Internasional, karena menjadi guru di pusat peribadatan dan kiblatnya umat Islam di seluruh dunia. Murid-muridnya tersebar di hampir sepertiga dunia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand dan Kamboja. Banyak di antara muridnya yang menjadi ulama ternama. Di Kalimantan Selatan antara lain: KH. Sufyan Tatah Bahalang, KH. Haderawi dan KH. Syamsurrahman Kelayan. Dan di antara sahabat ketika menuntut ilmu di Makkah yang sangat ternama adalah KH. Syarwani Abdan Bangil (Guru Bangil), pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Datu Kelampayan Bangil, Jawa Timur.

Ulama Banjar ini memiliki nama lengkap Abdul Karim bin Muhammad Amin bin Al-Banjary Al-Makky Al-Arsyadi. Dia lahir di Kampung Kuin Banjarmasin (1342 H/1923 M) dan wafat di Makkah Al-Mukarramah, pada subuh Ahad, 9 Zulhjjah 1422 H – 2002 M.

Berdasarkan silsilah Arsyadiah, Syekh Adul Karim Al Banjari turunan keempat dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Dartuk Kelampayan, yaitu garis turunan dari ibunya Hj.Sa’diyah (bergelar Diyang Kacil) binti Syekh Ahmad Jazuli Nambau, bin Syekh Qadhi Abu Su’ud, bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Syekh Abdul Karim Al Banjari tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang agamis dan ketat dalam pendidikan akhlak budi pekerti. Pendidikan awal kebanyakan dari ayahnya KH. Muhammad Amin, seorang ulama tokoh masyarakat Kuin pada masa itu dengan metode “mengaji duduk” yaitu mendatangi tempat tinggal guru untuk belajar. Sebelum ke Makkah, dia sudah menguasa dasar-dasar ilmu bahasa Arab (Nahwu-Sharaf), Fikih, Tauhid, Tasawuf/Akhlaq, dan fasih dalam membaca Alquran.

Pada usia sekitar 15 tahun, Abdul Karim berangkat menuju Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah. Pada masa itu, untuk dapat pergi ke tanah suci tidaklah semudah seperti sekarang, karena tanah air masih dalam cengkeraman penjajah Belanda. Keinginannya untuk belajar ke sana sangatlah kuat, sedangkan jalan menuju ke sana sulit.

Untuk mewujudkan cita-cita mulianya, Abdul Karim bermunajat kepada Allah dalam shalat hajat dan do’a sesering mungkin agar cita-citanya dapat terwujud. Akhirnya dia dipertemukan Allah dengan seorang kapten kapal perang berkebangsaan Jerman yang mencari seorang guide. Sang kapten itu sangat suka terhadap kepribadiannya dan merasa puas dengan pelayanannya.

Pada suatu kesempatan, Abdul Karim mengemukakan cita-cita untuk dapat pergi ke Makkah, kapten bersedia membawa dengan kapal perang yang akan dibawa pulang ke Jerman. Setelah melewati dan singgah di beberapa negara, dalam waktu yang berbulan-bulan, akhirnya sampai di kota Jeddah, dan selanjutnya berangkat ke Makkah.

Guru-guru Syekh Abdul Karim Al Banjari

Di Makkah, Abdul Karim ditampung seorang pedagang berasal dari Banjar. Abdul Karim membantu menjaga toko sambil belajar dengan beberapa guru yang terkenal pada waktu itu, di antaranya;

Al-‘allamah al-Fiqih Syekh Muhammad Ahyad bin Idris Al-Bugury Al-Makky, seorang ulama besar Syafi’iyah yang termasyhur pada jamannya, tempat lahir ulama ini adalah kota Bogor Indonesia, karena itu digelari Al-Bugury. Tetapi karena sudah menetap sejak muda di Makkah maka digelari Al-Makky. Dari ulama ini beliau banyak menimba ilmu Fiqih.

Al-‘Allamah syekh Mukhtar ‘Atharid, seorang muallim yang mengajar di Masjidil H Halaqah beliau di dekat pintu “Bab Nabi SAW”. Dari ulama ini, Syekh Abdul Karim banyak menimba ilmu hadits, tafsir dan fiqih.

Al-‘Allamah Abu Hafs Syekh Umar bin Hamdan Al-Mhrisy, mu’allim yang mengajar di Masjidil Haram dan di Perguruan Salatiyah Makkah. Dari ulama ini dia banyak menimba ilmu Nahwu, Sharaf dan Balagah, serta Tafsir dan Hadits.

Al’Allamah Syekh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib Al-Mandaily, kelahiran daerah Mandailing Sumatera Utara, yang juga mengajar di Masjidil-Haram.

Al-‘Allamah Al-Qadhi Syekh Hasan bin Muhammad Al-Massyath Al-Maliky. Dari ulama ini dia banyak mendapatkan ilmu Hadits.

Al-Allamah Sayyid Alwi bin Abbas bin Abdil Aziz bin Abbal Al-Hasany Al-Idrisy Al-Makky Al-Maliky, yang mengajar di Masjidil-Haram dan di Perguruan Al-Falah Makkah. Dari ulama ini dia banyak mendapatkan ilmu Tafsir dan Hadits.

Al-‘Allamah Syekh Hasan bin Said Al-Yamany Al-Makky. Muallim yang mengajar di Masjidil Dari ulama ini dia menuntut ilmu khusus Fiqih Mazhab Syafi’i.

Al-‘Allamah Syekh Ali bin Abdul bin Mahmud bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary Al-Makky. Dari ulama ini, dia memperoleh berbagai ilmu keagamaan, karena selalu menghadiri majelis ta’lim di rumah syekh ini di kawasan Syamiyah Makkah.

Sedangkan guru-guru Syekh Abdul Karim di Madinah Al-Munawwarah yaitu sebagai berikut;

Syekh Muhammad bin Ja’far Al-Kinany.

Syekh Sayyid Ali bin Thahir Al-witry.

Syekh Sayyid Ahmad bin Isma’il Al-Barzanji.

Syekh Falih A-Zhahiry.

Setelah mengajar sekian lama, dan telah mendapatkan ijazah dari guru-gurunya, maka tahun 1369 H/1950 M, Syekh Abdul Karim mendapatkan izin sekaligus surat pengangkatan sebagai guru yang mengajar di salah satu “halaqah” Masjidil Haam dari penguasa Arab Saudi pada masa itu. Murid-muridnya mengikuti halaqah pengajian, selain dari Indonesia, juga dari Thailand, Brunei, dan Filipina.

Ilmu yang Diajarkan di Masjidil Haram

Di antara pelajaran yang dia ajarkan di halaqah Masjidil-Haram adalah;

Al-Hadits: dengan kitab Riyadhus Shalihin bersama syarahnnya Dalilul Falihin, Arba’in An-Nawawiyah bersama syarahnya Fathul Mubin.

Tafsir: dengan kitab Al-Jalalain, dan Tafsir Ibnu Katsir.

Fiqih: dengan kitab Maniyyatul Mushalli.

Akhlaq/Tashawwuf: dengan kitab Risalatul-Mu’awanah wal-Muzhaharah, Mau’izhatul-Mu’minin, ‘Ilajul-Qulub (penawar bagi hati)

Qawa’id Al-‘Arabiyah (tata bahasa Arab): dengan kitab Al-Jurumiyah, Al-Asymuni, dan Jauharul-Maknun fil-Balaghah.

Kebanyakan waktu untuk pengajaran beliau di Masjidil Haram adalah antara Shalat Maghrib dan Isya. Kadang-kadang beberapa murid datang ke rumahnya di Jarwal/Gaslah untuk mendapatkan bimbingan lebih dalam tentang pelajaran yang mereka ikuti d Masjidil Haram. Selain itu dia juga membuka Majelis Taklim untuk ibu-ibu di rumah setiap hari Kamis pagi dengan materi Fikih dan Akhlak.

Menikah dan Wasiat

Pada usia 27 tahun H. Abdul Karim dinikahkan dengan seorang gadis dari Kandangan bernama Burhaniyah yang dibawa oleh keluarganya melaksanakan ibadah haji. Hj. Burhaniyah tinggal di Mekkah mendampingi suaminya dengan setia sampai akhir hayatnya. Syekh Abdul Karim sendiri wafat pada tahun 2005 M.

Sebelum berpulang ke rahmatullah, Syekh Karim sempat meninggalkan beberapa wasiat kepada murid-muridnya, sebagian di antaranya adalah;

Bertaqwalah kamu kepada Allah, dan lazimkan taat kepada-Nya, serta biasakan berdzikir dengan lisan dan hati.

Di antara zikir yang baik diamalkan setiap hari;

Kalimat tauhid “Laailaha-illallah” tanpa batas banyaknya.

“Ya Hayyu ya Qayyum Laailaaha illa anta” 41x sehari.

“Subhanallahi wa bihamdih, subhanallahi al-‘azhim, astaghfirullah” 100 x sehari.

“Rabbigfirli wa tub ‘alayya, innaka antattawwaburrahim” 100 x sehari.

Hendaklah kalian berakhlak mulia, dan contohlah kepribadian Rasulullah SAW.

Hendaklah kalian berhubungan baik dengan para ulama, hadirilah Majelis Taklim mereka, berkhidmatlah kepada mereka, gali dan timbalah ilmu mereka, ikutilah “thariqat” mereka, karena di balik yang demikian itu terdapat rahasia keberhasilan dunia akhirat.

Saudara Syekh Abdul Karim

Syekh Abdul Karim memiliki beberapa saudara, yang juga merupakan ulama terkenal, yaitu:

Tuan guru H. Abdul Wahab, menetap dan mengajar di daerah Kandangan dan Nagara, seorang ulama besar pada zamannya. Wafat sekitar tahun 1972 M

Tuan guru H. Abdus Samad, terakhr menetap di Kandangan. Seorang ulama besar pula pada zamannya. Wafat malam Jum’at, tanggal 2 Rabiul Awwal 1419 H/26 Juni 1998 M. dalam usia kurang lebih 90 tahun. Dimakamkan di dekat masjid Darul-Khaliq Kandangan.

Aminah, menetap di Banjarmasin, wafat dan dimakamkan di Banjarmasin.

Khamsiah, menetap, wafat dan dimakamkan di Banjarmasin.

Aisyah, kawin dengan seorang warga Negara Arab Saudi keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Menetap sampai wafat dan dimakamkan di Makkah Al Mukarramah.

Wafat

Pada tahun 2002 M/1422 H Syekh Karim melaksanakan ibadah haji sekeluarga, dan ternyata menjadi rukun Islam kelima yang ditunaikan saat itu merupakan “Haji Wada” (Haji Perpisahan). Dikatakan demikian karena pada subuh hari Ahad, tanggal 19 Zulhijjah 1422 H/ 2002 M. dalam usia kurang lebih 79 tahun, Allah memanggil ke hadirat-Nya.

Syekh Abdul Karim dishalatkan di Masjidil Haram sesudah shalat Ashar, dan dimakamkan di Ma’la. Dari Masjidil Haram ke Ma’la, jenazahnya diusung sambut-bersambut oleh para murid dan kelurga, serta oleh sebagian warga negara Arab, bagaikan terbang. Selama tiga malam sesudah diadakan “Garayah” (pembacaan Alquran Nuqaddam) serta tahlil dan do’a di rumahnya di kawasan Khalidiah Makkah, dan setiap tahun diadakan haul yang dihadiri para murid dan keluarga, juga dihadiri sebagian para jama’ah haji dari Kalimantan Selatan yang belum pulang.

Keturunan Syekh Abdul Karim

Dia meninggalkan zuriat yang shaleh dan shalihat sebanyak 6 anak, yaitu;

Muhammad Rafi’ie bin Abdul Karim Banjar, dokter mata, bekerja di salah satu rumah sakit di Jeddah Arab Saudi

Ahmad Rif’at bin Abdul Karim Banjari, Ustadz di salah satu Madrasah Negeri Arab Saudi di Makkah.

Rabi’ah binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Ramlah binti Abdul Karim Banjari, wafat terdahulu beberapa tahun dari Syekh Karim

Ramziyah binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Ruwayda binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Sebagai seorang ulama besar tentu saja Syekh Abdul Karim banyak sekali memiliki murid, dan murid-muridnya itu terdiri dari berasal dari berbagai daerah, bahkan dari beberapa negara. Dalam hal ini tidak terkecuali yang berasal dari Kalimantan dan daerah-daerah lainnya di tanah air. Beberapa murid Syekh Abdul Karim Karim dimaksud hanya sebagian kecil yang dapat disebutkan di sini, yaitu sebagaimana tercantum di bawah ini.

Murid dari Kalimantan

Syekh Muhammad Husni Tamrin bin Jaferi Al-Banjari, setahun terakhir ini mengasuh salah satu majelis ta’lim di Banjarbaru

Haderawi. H.K, pengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin, tuan guru yang cukup ternama di Kalimantan Selatan.

Ahmad Sufian, ulama yang ternama, da’i kondang di Kalimantan Selatan, juga mengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin.

H Syamsur Rahman, ulama yang cukup ternama di Banjarmasin, juga mengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin.

Abdul Muthalib Matasin Gambut.

Saberan Antung Gambut.

Muhammad Matli Kandangan.

Muhammad Thayyib Martapura

Al-Ustadz H. Hasyim Martapura.

Ustadz H. Ibrahim Amuntai

Ustadz H. Abd. Salam bin Abd. Rahman Barabai.

Ustadz H. Muhyiddin Saubi, Nagara.

Ustadz H. Bushairi Rantau Bujur.

Ustadz H. Suryani Sulaiman Anjir.

Ustadz H. Muhammad Zaini Tambul

Ustadz H. Abd. Syukur Anjir

Ustadz H. Muhammad Yasin Amuntai

Murid asal Kalimantan yang mukim di Makkah adalah sebagai berikut:

Syekh H. Azhari Sya’ya bin Ja’far bin Abd. Samad Al-Banjari.

Syekh H. Ahmad Sya’rani Thayyib Al-Martapuri ad-Dary.

Syekh H. Marbu bin Abdullah bin Thayyib Al-Banjari.

Murid dari Thailand antara lain adalah sebagai berikut:

Syekh H. Ayang Halwang bin Ji’uma Al-Fathany

Ustadz H. Muhammad Zaini Ismail Al-Fathany

Ustadz H. Abdullah Ibrahhim Al-Fathany

Ustadz H. Muhammad Ramli Al-Fathany

Murid dari beberapa daerah Indonesia, antara lain sebagai berikut:

Ustadz H. Abd. Raim At-Timory (Timor)

Ustadz H. Abd. Latif Syamsuddin Al-Ambory

Ustadz H. Abd. Qadir Ambon

Ustadz H. Mahmud Nifan Jakarta

Ustadz H. Muhammad Yusuf Bima (NTB)

Ustadz H. Ali Betawi

Ustadz H. Burhanuddin Palembang

Ustadz H. Ahyan Sambas (Kalbar)

Ustadz H. Safaruddin bin Athar Ampenan

Ustadz H. Baderun Puyung Ampenan

Ustadz H. Tarmizi Bangu Ampenan

Ustadz H. Lalu Masyat Ampenan

Ustadz H. Muhsin Fanujak Ampenan

Ustadz H. Lalu Zakaria Abd. Azhim Ampenan

Ustadz H. Azhar Lombok

Ustadz H. Bahruddin Lombok

Ustadz H. Zainal Arifin Lombok

Ustadz H. Marzuki Dahlan Betawi

Ustadz H. Sulaiman Dahlan Betawi

Ustadz Dr H. Yasin Jakarta

Ustadz H. Hamim Banten

Ustadz H. Syamsuddin Ajyad mandailing (Sumut)

Ustadz H. Ahmad Dasturi Ketapang

Ustadz H. Ali Gusti Mandailing (Sumut)

Ustadz H. M. Marzuki Noor Jakarta.

Selain nama-nama yang disebutkan di atas sebenarnya masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan disini. Dalam hal ini khususnya mereka yang berasal dari kawasan Asia Tenggara seperti dari Malaysia, Filipina, dan Kamboja.(koranbanjar.net)

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari

Minggu, 01 Desember 2019

Prof. Hb. Abdullah bin Muhammad Baharun

Mengenal Prof. Habib Abdulloh bin Muhammad Baharun;
Permata Tersembunyi di Lembah Hadhramaut
Oleh : Munandar Harist

Namanya memang tidak semasyhur Habaib (bentuk plural dari Habib—keturunan nabi Muhammad S.A.W) lain dari provinsi Hadhramaut. Namun seperti keelokan yaqut, keindahan dan kecantikannya tidak bisa disadari oleh setiap orang.
Bila selama ini kita hanya mengenal nama-nama seperti Habib Umar bin Hafidz dan Habib Salim Asy-Syatiri sebagai ulama dan cendikiawan muslim dari lembah Hadhramaut, maka perkenalkanlah seorang tokoh yang lain. Beliau adalah Abdullah Muhammad Abdurrahman Baharun. Lahir di kota Syihir, 1 Januari 1956. Habib Abdullah kecil pada akhirnya tumbuh menjadi seorang cendikiawan muslim seperti ulama lainnya. Menjelang usianya yang keenam puluh satu tahun ini, tidak terasa hampir 20 tahun sudah beliau menanggung amanat sebagai rektor sebuah universitas di provinsi Hadhramaut, Al-Ahgaff University.
            Terlahir di tengah-tengah keluarga yang taat beragama, Habib Abdullah nyatanya memang memiliki kesamaan dengan orang-orang saleh Hadhramaut lain pada umumnya. Secara pribadi, beliau lahir dan dibesarkan di tengah lingkungan yang berfaham akidah ahlussunah wal jamaah. Tanpa menganggap remeh mazhab lain, beliau mengambil mahzab Syafi’i sebagai mazhab fikihnya dan tarekat Ba’alawi sebagai jalan tasawufnya. Hal ini menyebabkan Habib Abdullah cenderung jauh dari kata kontroversial.

Antara Habib Abdullah, Cinta dan Indonesia
            “Beliau terkadang bilang, Indonesia ini punya hubungan yang sangat erat dengan Hadhramaut, khususnya Ahlulbait. Sebagaimana para salaf datang menyebarkan Islam di Indonesia, beliau berusaha agar hubungan itu tetap terjaga,” ujar salah seorang murid yang cukup dekat dengan beliau.
            Cerita tentang kecintaan Habib Abdullah terhadap Indonesia memang sudah tidak dapat diragukan lagi. Terlebih terhadap para penuntut ilmu, Habib Abdullah tidak segan-segan menganggap pelajar Indonesia sebagai putra-putrinya. Fakta yang paling nyata adalah sikap beliau manakala terjadi evakuasi besar-besaran ketika terjadi konflik Syiah Houthi dan pemerintah Yaman di tahun 2015.
            Dengan segala kebijaksanaanya, Habib Abdullah mengizinkan para pelajar di universitasnya pulang ke Indonesia untuk menentramkan hati orang tua mereka. Selang beberapa bulan, melihat realita tidak ada kepastian sikap dari pemerintah Indonesia, Habib Abdullah memutuskan berangkat ke Indonesia. Beliau mencari bantuan sedemikian rupa hingga terwujudlah kelas darurat yang diselenggarakan di kota Gresik agar pendidikan para mahasiswanya tidak terbengkalai begitu saja.
            Selama hampir setahun berdomisil di Indonesia, Habib Abdullah kerap kali mengisi seminar di berbagai pondok pesantren, lembaga pendidikan, hingga majelis dan kajian-kajian Islami. Hal ini sengaja beliau lakukan semata-mata demi kecintaannya terhadap ilmu dan juga Indonesia. “Beliau ini bukan orang Indonesia. Tapi begitu cinta dengannya. Bahkan beliau itu memikirkan Indonesia,” aku Buya Yahya dalam sebuah majlis.
            Setidaknya, ada dua aspek yang sangat sering beliau tekankan dalam berbagai kesempatan. Aspek pertama adalah aspek cinta. Aspek ini meliputi cinta terhadap apa saja berikut realisasinya. Cinta terhadap keluarga berikut bentuk ucapan terimakasih kita. Pun juga cinta terhadap Nabi Muhammad berikut bentuk ketaatan kita kepadanya dan lain sebagainya.
            Aspek lain yang tak kalah penting adalah aspek ideologi. Beliau kerap kali memberikan penekanan terhadap hal tersebut. Bukan sebuah hal yang mengherankan, mengingat dewasa ini berbagai ideologi menyimpang semakin gencar dan bebas berkeliaran di Indonesia khususnya.
            Meskipun terkesan tidak mengenal kompromi terhadap ideologi menyimpang, Habib Abdullah pada kenyataannya adalah sosok yang ramah. Pembawaannya yang murah senyum membuat kita senang memandangi wajahnya. Sikap moderat, toleran dan kecerdasan interaksi dan pemikirannya sangat dikagumi di Indonesia dan Malaysia. Hal inilah yang membuat beliau kerapkali dianggap sebagai orang saleh.
            Memang, sampai saat ini Habib Abdullah tidak memiliki popularitas ulama tingkat dunia. Karena memang bagaimanapun bukan itu hal yang beliau cari. Seperti sebuah yaqut—yang mana keindahan dan nilai berharganya tidak dapat diketahui semua orang—Habib Abdullah dan segala pesonanya bersifat mastur, tertutup tidak terkenal.
Sumber: http://serdaduahgaff.blogspot.com/2017/01/mengenal-prof-habib-abdulloh-bin.html?m=1

Syeikh Usamah Al Azhari

Syekh Usamah yang memiliki nama lengkap Usamah Sayyid Mahmud Muhammaad al-Azhari merupakan guru besar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Ia lahir di Kota Alexandria, Mesir pada 16 Juli 1976. Sejak kecil ia mempelajari ilmu agama Islam dan menghapal Alquran dari ayahnya. Kemudian ia dibawa oleh ayahnya ke sebuah daerah bernama Suhaj yang merupakan kampung halaman ayahnya sendiri.

Daerah tersebut merupakan daerah yang sangat kental dengan tradisi keislaman, keilmuan dan budayanya. Tempat tersebut menjadi lingkungan yang sangat mendukung untuk mempelajari agama. Di sana juga banyak sekali penghapal Alquran dan mempunyai apresiasi yang besar terhadap orang yang berilmu.  Sayyid Usamah terbentuk menjadi pribadi yang mencintai ilmu dan Islam. Ia kemudian mempelajari beberapa bidang keilmuan dari berbagai guru.

Ayahnya mendidiknya begitu disiplin dan tegas. Sejak kecil ia telah diajarkan tentang kedisplinan dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Bahkan ayahnya sendiri melarangnya untuk terlalu banyak bermain dan bergurau. Ia sudah dikirim oleh ayahnya ke berbagai tempat untuk menimba ilmu dari para ulama, baik ke tempat yang dekat maupun yang jauh. Ayahnya pun selalu memanjatkan doa untuknya agar dikaruniai rezeki yang berlimpah berupa ilmu yang bermanfaat.
Setelah melakukan safari keilmuan selama beberapa tahun ia melanjutkan pendidikan tingkat tinggi ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. pada tahun 1999 ia ditanyakan lulus sebagai sarjana strata satu di Fakultas Ushuluddin dengan predikat istimewa. Pada fakultas yang sama ia melanjutkan ke tingkat magister dan lulus pada tahun 2005. Lalu lulus pada tingkat doktoral pada tahun 2011 di Fakultas Ushuluddin.

Perjalanan beliau mencari ilmu tidak hanya pada pendidikan formal saja, tapi juga mengikuti majlis-majlis talim bersama beberapa Syekh. Misalnya Syekh Said Ramadhan Al-Bouti  di Damaskus. Ia juga melakukan safari belajar ke Yaman beberapa negara di Timur Tengah. Dari perjalanan keilmuannya ia mendapatkan banyak ijazah berupa sanad dari beberapa ulama besar.
Sejak tahun 2005 hingga 2009 ia dipilih oleh Syekh Ali Jumah selaku Mufti di Mesir sebagai khatib di Masjid Sultan Hassan dan mengajar kitab Arbain Nawawi setiap selepas shalat Jumat selama setahun. Selain itu ia juga mengajar di Universitas Al-Azhar dan di Masjid Riwaq Al-Atrak.

Ia mengajar ilmu-ilmu ushuluddin seperti hadis, tafsir, ilmu mantiq dan sebagainya. Ia juga menjadi Senior fellow di lembaga Kalam and Research media. Selain menjadi khatib dan mengajar, ia juga memiliki karya tulis berupa kitab yang berisi kritikan beliau terhadap Sayyid Qutb. Karyanya berjudul Al-Haqqul Mubin fii Raddi ‘alaa man Talaaba bid-Din. Ada juga karya lainnya yang terkenal, kitabnya berjudul Ihya Ulumu al-hadiits.

Selain keilmuan dan karyanya yang memberi pengaruh terhadap banyak orang, ia juga merupakan ulama yang peduli tentang kemanusiaan dan sosial. Seringkali diundang ke berbagai acara dan kuliah umum di setiap Universitas di Indonesia. Menyampaikan pesan-pesan damai dan paham anti radikalisme. Seperti yang ia lakukan di beberapa negara lain. Hubungan Indonesia dengan Mesir sudah merupakan hubungan yang erat dan berlangsung lama.
Beberapa karya Syekh Usamah adalah Asaaniid al-Mishriyyin yang berisi tentang golongan ulama Mesir kontemporer beserta silsilah sanad hadisnya dan keterangannya. Lalu ada juga kitab Muqoddimah ibn as-sholah, Ihya Ulum al-hadis, al-Ihya al-Kabiir, Shoidu al-Lu’lui, al-Madkhol ila Ushuli at-Tafsir.

Selain menerbitkan buku, beliau juga menulis jurnal yang dipresentasikan di beberapa konferensi dan diterbitkan di majalah. Dakwah beliau juga bukan hanya di karya tulis media cetak, beliau juga aktif di Facebooknya dengan nama akun “Usamah Elsayed Alazhary”. Selain itu beliau juga aktif berdakwah di Youtube dengan mnggugah rekaman ceramahnya ke akun Youtubenya.
Sumber: https://bincangsyariah.com/khazanah/syekh-usamah-al-azhar/

Sabtu, 19 Mei 2018

Syeikh Abdul Halim Mahmud

Syeikh Abdul Halim Mahmud Kelahiran
Tanggal 1 jumadil awal adalah hari lahirnya Syeikh Islam Abdul Halim Mahmud, beliau dilahirkan di kampung Salam sebuah kampung kecil bahagian dari markaz Belibis propinsi Syarqiyah tidak jauh dari ibu kotanya Zaqaziq pada tarikh 1 jumadil Awal 1328 hijriyah bersamaan dengan 12 Mei 1910 Masehi.

Beliau dibesarkan di kalangan keluarga yang ta`at dan sholeh, ayah beliau pernah belajar dibangku al-Azhar tetapi tidak menyelesaikan pendidikannya dan bekerja sebagai seorang hakim desa.
Beliau mempunyai pertalian keturunan dari  al-hussein.

Keinginan ayahnya yang kuat agar Syeikh Abdul Halim belajar di bangku al-Azhar membuat beliau memasukkan anaknya ke sekolah al-Azhar, dengan semangat dan kemauan yang kuat juga dari Syeikh Abdul Halim, beliau belajar dengan tekun dan giat sehingga hafal al-Qur`an al-Karim.
Syeikh Abd Halim Mahmud menuntut ilmu dengan beberapa orang  masayeikh Azhar yang terkenal pada masa itu seperti Syeikh Mahmud Shaltut, Syeikh Hamid Meheisen, Syeikh al-Zankaloni, Syeikh Muhammad Abd-Allah Daraz, Syeikh Muhammad Mustafa al-Maraghi dan Syeikh Mustafa Abdurraziq.


Melanjutkan Pendidikan Di Sorbonne

Ketidakpuasan  beliau dalam menuntut ilmu dan untuk  perbandingan pemikiran barat membuat beliau berusaha menambah dan mencari pengajian yang lainnya, beliau melanjutkan  ke Universitas Sorbonne Prancis Sehingga beliau mendapat gelar doktor dengan Tesis bidang Tasawwuf mengkaji Tasawwufnya al-Haris al-Muhasabi pada tahun 1359 hijriyah bersamaan pada tahun 1940 masehi.

Setelah kembali ke Mesir, beliau diangkat menjadi dosen Kuliah Bahasa Arab di Al-azhar, pada tahun 1384 hijriyah bersamaan tahun 1964 beliau diangkat menjadi Dekan Kuliah, kemudian beliau diangkat menjadi anggota Majma` bu`uts islami dan seterusnya menjadi Seketaris jendaral Majma` Bu`uts islami, kemudian pada tahun 1390 hijriyah beliau diangkat menjadi wakil Rektor al-Azhar as-syarif, kemudian beliau diangakat menjadi Menteri Wakaf.

Diangkat menjadi Syeikhul Azhar

Dikenal sangat Tawaddu' dan mempunyai Ilmu yang sangat luas serta pemikiran yang jernih ditambah lagi beliau pernah belajar dibarat sehingga corak pemikiran beliau dan cara pandang beliau berbeda dari yang lainnya,  beliau selalu memperhatikan nasib ummat islam baik dimesir maupun ummat islam seluruh dunia. Pada tahun 1381 hijriyah bertepatan dengan 1961 masehi beliau diangkat menjadi Syeikhul azhar, pada masa itu Syeikul azhar tidak memiliki kedudukan dan kekuasaaan, karena kekuasaannya telah diambil oleh pemerintah dan diserahkan kepada kementerian Awkaf dan al-Azhar, pada masa itu kedudukan Syeikul azhar tidak memiliki kelebihan dan kebesaran, saat itu pulalah Syeikh Abdul Halim Mahmud diangkat menjadi Syeikul Azhar, sangat menyedihkan bagi al-Azhar setelah runtuhnya kerajaan dan mesir berubah menjadi Republik, setelah Syeikh Abdul halim diangkat menjadi Syeikhul Azhar beliau menyuruh Presiden untuk meletakkan jawatannya jika al-Azhar dan Syaikh al-Azhar tidak diberi kedudukan dan kebesaran seperti semula, hal itu membuat Presiden Anwar Sadat berpikir berulangkali, sehingga pada akhirnya Presiden menyetujui permintaan Syeikh Abdul Halim Mahmud, kedudukan Syeikhul Azhar pun menjadi seperti dahulu, berwibawa, disegani dan dapat mengerjakan segala urusan dengan sendirinya (independen), memiliki hak untuk mengatur al-Azhar dan umat islam, sehingga Syeikhul Azhar berkedudukkan seperti menteri bahkan Perdana Menteri.

Setelah Syeikhul Azhar mendapatkan kembali kekuasaan dalam mengatur al-Azhar maka beliau mencoba untuk memajukan al-Azhar as-Syarif dengan cara memperbanyak sekolah-sekolah di profinsi, ternyata seruannya untuk berinfaq, sedekah dan berwakaf demi membangun sekolah al-Azhar tidak dianggap angin lalu bahkan banyak masyarakat  ikut membantu beliau untuk mendirikan sekolah al-Azhar as-Syarif.

Beliau bukan hanya Syeikh untuk al-azhar tetapi Syeikh untuk umat islam sehinga beliau di gelar dengan Syeikhul Islam, perhatiannya terhadap nasib umat islam baik di negeri Mesir maupun diluarnya membuat beliau mendapat pujian umat islam, beliau pernah mengikuti perang menyerang Israel terkutuk, perhatian dan usaha beliau dalam meyelesaikan permasalahan antara Maroco dan Algaria, antara umat di Lubnan dan lainnya.

Syeikh Abdul Halim dan Tasawuf

Syeikh Abdul Halim Mahmud bukan saja seorang yang ahli dalam keilmuan zohir bahkan juga beliau hebat dalam ilmu batin, beliau memiliki perhatian yang sangat besar sekali dalam mempelajari ilmu Tasawuf, bukan hanya sekedar mempelajarinya bahkan menekuni dan mengamalnya, sebab itulah beliau mencari tarekat mana yang paling sesuai untuk beliau amalkan, diantara banyak Syeikh yang ingin beliau ambil `Ahad Tarikat adalah Syeikh Muhamamad Abdul Wahab al-Husofy, tetapi niat beliau tidak kesampaian, Syeikh Abdul Wahab al-Husofy lebih dahulu meninggal dunia sebelum beliau sempat mengambil Tarikat darinya, hal ini memjadikan beliau membuat pilihan yang lain dengan mengambil tarikat dari seorang murid Syeikh Muhammad Abdul Wahab al-Husofy yang bernama Syeikh Abdul Fatah Qadhi dari Sabalanjah.

Antara Karangan Beliau

- Muhammad Rasul Allah.

- Al-Islam wa al-Shuyu'iyah.

- Jihaduna al-Muqaddas.


Wafat

Setelah menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, demi kebaikan umat dan mengajak umat ke jalan yang lurus, akhirnya beliau menutup mata pada 15 dzul qa`idah 1397 hijriah bersamaan dengan 17 oktober 1978 masehi dan dimaqamkan di kampung halamannya Salam markaz Belibis Syarqiyah.

Sumber: http://harun-lubis.blogspot.co.id/2013/09/biografi-syekh-abdul-halim-mahmud.html?m=1

Selasa, 15 Mei 2018

KH. Seman Mulia (Guru Padang)

Al Allimul Al-Allamah Asy-Syaikh Seman Mulia (atau Syaikh Seman Mulya) adalah seorang ulama besar dari Martapura, Kalimantan Selatan, Indonesia. Masyarakat Martapura akrab memanggilnya dengan Guru Seman.

Ia mendalami Islam dari salah seorang gurunya yang juga adalah ulama besar Kalimantan saat itu, yakni Guru Kasyful Anwar.

Dengan Guru Sekumpul
Syaikh Seman adalah paman sekaligus guru dari ulama kharismatik Martapura Guru Sekumpul, KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari. Syaikh Seman secara intensif mendidik dia baik ketika berada di sekolah  maupun di luar sekolah. Dan ketika mendidik Guru Sekumpul, Syaikh Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepada dia kecuali di sekolah. Tapi ia langsung mengajak dan mengantarkan dia mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kalimantan maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits dan Tafsir, Syaikh Seman mengajak (mengantarkan) dia kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani Arif yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir.

Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Syaikh Seman Mulia adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan tawadhu  tidak menampakkannya ke depan khalayak.

Kedekatan paman dan kemenakan ini terlihat hingga di akhir hayat, di mana kubur mereka berduapun berdampingan, yakni di Komplek Ar-Raudhah, Martapura

Beberapa Riwayat
Pencuri Ayam
Satu malam ada beberapa orang mengendap-endap di luar rumah dia dan berniat untuk mencuri ayam. Namun tiba-tiba terbukalah pintu rumah dan merekapun hendak lari. Syaikh Seman justru berkata, "Jangan mengambil yang masih hidup, di dalam rumah sudah kusediakan ayam yang sudah masak. Masuklah kalian semua!"

Ternyata di rumah Syaikh Seman memang sudah tersedia makanan ayam yang sudah masak. Semua pencuri tadi disuruh makan sampai kenyang dan ketika hendak pulang, semua pencuri tadi masing-masing diberi uang dan dia berkata, "Pakailah uang ini untuk membuka usaha dan bertobatlah!"

Akhirnya semua pencuri tadi bertobat dan masing-masing membuka usaha, dan usaha tersebut semuanya laris, yang membuat para pencuri tadi hidup berkecukupan.

Nasihat Untuk Guru AyanSunting
KH. Muhammad Aini bin H. Ali (Guru Ayan), juga seorang ulama, pernah mendapat siraman rohani dari dia. Salah satunya adalah:

"Untuk memperdalam ilmu, maka kamu aku serahkan kepada Anang (panggilan kesayangan pada KH. Muhammad Zaini, sekaligus yang akan memimpin kamu, dan kamu memberikan pengajian agama cukup di rumah dan di langgar saja"

Sumber : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Seman_Mulia

KH. Syarwani Abdan (Guru Bangil)

K.H Muhammad Syarwani Abdan Al-Banjari  atau biasa dikenal Tuan Guru Bangil (lahir di Martapura, Kalimantan Selatan tahun 1915 – meninggal di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, 11 September 1989 pada umur 74 tahun) adalah seorang ulama yang dikenal di Kalimantan Selatan hingga Jawa Timur khususnya Bangil tempatnya mendirikan Pondok Pesantren Datu Kalampayan. Ia merupakan keturunan ke-6 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Riwayat
Tuan Guru Bangil dilahirkan pada tahun 1334 H/1915 M di Kampung Melayu Ilir Martapura. Sejak kecil ia sudah memiliki himmah semangat yang tinggi untuk belajar ilmu agama. Karena ketekunannya dalam belajar, ia sangat disayangi oleh para gurunya ketika masih berdomisili di Martapura. Di antaraguru ia adalah pamannya sendiri yaitu KH. M. Kasyful Anwar, Qadhi Haji Muhammad Thaha, KH. Ismail Khatib Dalam Pagar dan banyak lagi yang lainnya.

Pada usia masih sangat muda ia meninggalkan kampung halamannya Martapura menuju Pulau Jawa dan bermukim di Bangil dengan maksud memperdalam ilmu agama kepada beberapa ulama di Kota Bangil dan Pasuruan. Di antara guru ia adalah KH. Muhdhar Gondang Bangil, KH. Abu Hasan (Wetan Alun Bangil), KH. Bajuri (Bangil) dan KH. Ahmad Jufri (Pasuruan). Orang tuanya pada saat itu memang sudah lama berdiam di Kota Bangil untuk berniaga.

Saat ia berusia 16 tahun, pamannya Syekh Muhammad Kasyful Anwar seorang Aalimul Allamah (seorang yang sangat luas dan mendalam ilmu agamanya), hingga Tuan Guru Syekh Muhammad Zaini bin H. Abdul Ghani Al-Banjari (Abah Guru Sekumpul) pernah menyebutnya sebagai seorang Mujaddid (pembaharu), oleh membawanya pergi ke Tanah Suci Mekkah bersama saudara sepupunya yaitu Syekh Muhammad Sya’rani Arif, yang dikemudian hari juga dikenal sebagai seorang ulama besar di Martapura.

Selama berada di Tanah Suci kedua pemuda ini dikenal sangat tekun mengisi waktu dengan menuntut ilmu ilmu agama. Keduanya mendatangi majelis majelis ilmu para ulama besar Mekkah pada waktu itu. Di antara guru gurunya yaitu Sayyid Amin Kutby, Sayyid Alwi Al-Maliki, Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Muhammad al-Araby, Sayyid Hasan Al-Masysyath, Syeikh Abdullah Al-Bukhari, Syeikh Saifullah Daghestani, Syeikh Syafi’i asal Kedah, Syeikh Sulaiman asal Ambon, dan Syekh Ahyad asal Bogor.

Ketekunan belajar dua keponakan Syeikh Muhammad Kasyful Anwar ini diperhatikan oleh para guru-gurunya. Diceritakan bahwa para gurunya itu sangat menyayangi keduanya. Ketekunan dan kecerdasan mereka sangat menonjol hingga dalam beberapa tahun saja keduanya sudah dikenal di Kota Mekkah hingga keduanya dijuluki Dua Mutiara dari Banjar. Tak mengherankan jika keduanya di bawah bimbingan Sayyid Muhammad Amin Kutbi, bahkan sempat mendapatkan kepercayaan mengajar selama beberapa tahun di Masjidil Haram.

Selain mempelajari ilmu ilmu syariat, ia juga mengambil bai’at tarekat dari para masyayikh di sana, diataranya bai’at Tarekat Naqsyabandiyah dari Syekh Umar Hamdan  dan Tarekat Samaniyah dari Syeikh Ali bin Abdullah Al-Banjari. Setelah kurang lebih sepuluh tahun menuntut ilmu di Kota Makkah, pada tahun 1939 bersama sepupunya ia kembali pulang ke Indonesia dan langsung menuju tanah kelahirannya, Martapura.

Sepulang kepulangannya dari Mekkah ia menyelenggarakan mejelis-majelis ilmu di rumahnya. Ia sempat juga mengajar di Madrasah Darussalam. Tuan Guru Bangil kemudian diminta untuk menjadi seorang qadhi, namun hal tersebut ditolaknya karena ia lebih senang berkhidmat kepada ummat tanpa terikat dengan lembaga apapun. Selanjutnya, pada tahun 1943 ia pergi ke Kota Bangil dan sempat membuka majelis untuk lingkungan sendiri hingga tahun 1944. Di samping itu ia juga sempat berguru kepada Syeikh Muhammad Mursydi, Mesir. Setelah setahun di Bangil, ia lalu kembali lagi ke Martapura. Kemudian pada tahun 1950, ia sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Kota Bangil.

Atas dasar dorongan para ulama serta rasa tanggungjawabnya untuk menyiarkan ilmu ilmu agama, maka pada tahun 1970 Tuan Guru Bangil memutuskan mendirikan pesantren yang diberi nama PP. Datuk Kalampayan, nama yang diambil untuk mengambil berkah julukan datuknya yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Para santrinya banyak berasal dari Banjar hingga pondok pesantren itu sendiri sering disebut Pondok Banjar.

Dari hasil didikan Tuan Guru Bangil lahirlah murid muridnya yang menjadi ulama-ulama besar. Di antaranya adalah Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani Al-Banjari, Kyai Abdurrahim, Kyai Abdul Mu’thi, Kyai Khairan (daerah Jawa), KH. Prof. Dr. Ahmad Syarwani Zuhri (Pimpinan PP. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari Balikpapan), KH.Muhammad Syukri Unus (Pimpinan MT Sabilal Anwar al-Mubarak Martapura), KH. Zaini Tarsyid (Pengasuh MT Salafus Shaleh Tunggul Irang seberang Martapura) yang juga menantunya, KH. Ibrahim bin KH. Muhammad Aini (Guru Ayan) Rantau, KH. Ahmad Bakrie (Pengasuh PP. Al-Mursyidul Amin Gambut), KH. Syafii Luqman, Tulung Agung, KH. Abrar Dahlan (Pimpinan PP di Sampit, Kalimantan Tengah), KH. Safwan Zuhri (Pimpinan PP Sabilut Taqwa Handil 6 Muara Jawa Kutai Kertanegara) dan banyak lagi tokoh tokoh lainnya yang tersebar di penjuru Indonesia.

Meninggal
Ia meninggal pada malam Selasa jam 20.00, tanggal 11 September 1989 M bertepatan dengan 12 Shafar 1410 H dalam usia lebih kurang 74 tahun. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga dari para habaib bermarga al-Haddad, berdekatan dengan makam Habib Muhammad bin Jafar al-Haddad, di Dawur, Kota Bangil yang berjarak tidak jauh dari rumah dan pondok pesantren yang ia bangun. Makamnya sering diziarahi oleh masyarakat Muslim dari berbagai penjuru daerah di Indonesia hingga luar negeri, tak terkecuali dari Kalimantan Selatan, ribuan ummat Islam dari pulau Kalimantan, khususnya Suku Banjar, mulai masyarakat biasa hingga gubernur dan bupati se-Kalimantan Selatan membanjiri Kota Bangil.
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Syarwani_Abdan_Al-Banjari

Sabtu, 10 Maret 2018

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Malang

AL HABIB ABDUL QADIR BIN AHMAD BIL FAQIH AL' ALAWY

Beliau dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H / 5 Juli 1898 M .
Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.

Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad , Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata :

”̮ Alhamdulillah , tadi malam aku dianugerahi Allah Subchaanahu Wa Ta'aalaa seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah Subchaanahu Wa Ta'aalaa akan memberikan ilmu , maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani ”̮
 
Demikianlah, kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah { tafa’ul } agar ilmu dan maqam Abdul Qadir seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani .

Sejak kecil, Beliau sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu . Sebagai murid, Beliau dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran.
Pada masa mudanya, Beliau dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada guru²nya .

♡ Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu ♡ 
Demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.

Pernah suatu ketika disaat menuntut ilmu pada seorang mahaguru , Beliau ditegur dan diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada dipihak yang benar, sang guru minta maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata :

”̮ Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini ”̮

Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya.

Pendidikan utama dan pertama , Beliau dapat dari Ayah Beliau , Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bilfaqih , seorang rujukan ummat dizamannya .
Setelah dari ayahnya , Beliau menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari para ulama' dan auliya' , diantara Guru_Guru Beliau adalah :
- Al Imam Al Habib Abdullah Bin Umar Asy_Syathiri
- Al Imam Al Habib Alwi Bin Abdurrahman Al_Masyhur
- Al Imam Al Habib Segaf Bin Hasan Al_Aydrus
- Asy_Syeikh Al Imam Muhammad Bin Abdul Qadir Al_Kattany
- Asy_Syeikh Al Imam Umar Bin Hamdan Al_Maghriby
- Al Imam Al Habib Ali Bin Zain Al_Hadi
- Al Imam Al Habib Ahmad Bin Hasan Al_Attas
- Al Imam Al Habib Muhammas Bin Ahmad Al_Muhdor
- Asy_Syeikh Abu Bakar Bin Ahmad Al_Khatib
- Asy_Syeikh Abdurrahman Bahurmuz

Dalam usia yang masih anak-anak, Beliau telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, Beliau telah mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah Subchaanahu Wa Ta'aalaa  yang telah diberikan kepada hamba pilihan-Nya.
Maka tidak berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, menyatakan:

”Ilmu fiqih Marga Bilfagih setara dengan ilmu fiqih Imam Adzro’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf serta kesusastraan bagai lautan tak bertepi.”

Sebelum meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya Beliau sempat mendirikan organisasi pendidikan sosial Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fudho’il tahun 1919 M.

Sebelum berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam . Setelah itu, Beliau melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa kota dan negara, seperti Aden, Pakistan, India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, Beliau selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.

Tiba di Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah. Selanjutnya, Beliau mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M.

Selepas bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia tanggal 12 Februari 1945 , Beliau mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota Malang.
Beliau pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H/1960 M.

Keistimewaan Habib Abdul Qadir adalah, Beliau ahli ilmu alat, nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan, dan badi (tiga yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra).
Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, Beliau banyak mendapat hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits yang tersambung langsung kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam . Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abbas Al-Maliky saat berkunjung ke Makkah.
Sebagai seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, Beliau juga giat mendirikan taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.

Diantara murid_murid Beliau adalah :

1. Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bilfaqih , putera dan khalifah tunggal Beliau , Al Habib Abdullah inilah yang melanjutkan semua dakwah Beliau dan menjadi pengasuh di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al Faqihiyyah .
{ Beliau lahir di kota Surabaya , 12 Robi'ul Awal 1355 H , bertepatan dengan 1 Juni 1936 M , Beliau wafat pada tanggal 23 Jumadil Ula 1412 H / 30 Nopember 1992 } .

2 . Al Habib Salim Bin Ahmad Bin Jindan { Seorang ulama' yang berdomisili di Kota Jakarta yang dikenal dengan sebutan Singa Podium } .

3 . Al Habib Ahmad Al Habsyi { Pendiri Ponpes Ar Riyadh , Palembang , Sumsel }

4. Al Habib Muhammad Bin Husein Ba'abud { Pendiri Ponpes Darunnasyi'in , Lawang }

5 . Al Ustadz Alwi Bin Salim Al Aydrus { Da'i Kharismatik di Kota Malang }

6. Asy Syeikh Al Ustadz Abdullah Bin Awadh Abdun { Pendiri Ponpes Daruttauhid , Malang }

7. Al Habib Syeikh Bin Ali Al Jufri { Pendiri Ponpes Al Khairat dan Da'i Jakarta }

8. KH . Alawi Muhammad { Pendiri Ponpes At Taraqqi , Sampang , Madura } .

Setelah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berdakwah , mengajar , dan mengabdi pada ummat , Beliau wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1382 H / 19 Nopember 1962 , dalam usia 62 tahun .

Pada detik_detik menjelang wafat , Beliau mengatakan kepada puteranya Al Habib Abdullah :
" Lihatlah wahai anakku , Ini Kakekmu Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam dan Ibumu Sayyidatunaa Fatimah Az Zahra datang menjemputku . . . "

Beliau dan putra Beliau dimakamkan di Pemakaman Kasin , Kota Malang.

Hingga saat ini makam Beliau tidak pernah sepi dari para peziarah yang datang .

Sampai saat ini Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al Faqihiyyah dan majelis_majelis yang dirintis Oleh Beliau Prof . Dr Al Habib Abdullah tetap berjalan seperti sedia kala , dibawah asuhan ketiga putera Beliau , Al Habib Abdul Qadir Bin Abdullah Bilfaqih , Al Habib Muhammad Bin Abdullah Bilfaqih , dan Al Habib Abdurrahman Bin Abdullah Bilfaqih .

Untuk mengenang jasa_jasa kebaikan Beliau serta menghidupkan kembali ajaran_ajaran Beliau , maka setiap tahunnya , pada hari Ahad terakhir Bulan Jumadil Akhir diadakan HAUL Al Habib Abdul Qadir Bin Ahmad Bilfaqih dan Putera Beliau Prof.Dr. Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bilfaqih , beserta HUT Pesantren di Pelataran Pondok Darul Hadits Al Faqihiyyah , yang dihadiri oleh ribuan muslimin dari berbagai penjuru Tanah Air , bahkan sebagian mereka datang dari Luar Negeri .

======================

Sumber: PISS - KTB