Selasa, 29 Juni 2021

Syeikh Abdul Karim Al Banjari

Ulama Banjar, Syekh Abdul Karim Al Banjari Tuntut Ilmu ke Makkah Diusia 15 Tahun Naik Kapal Perang

Syekh Abdul Karim Al Banjari (kiri) bersama KH. Abdul Syukur asal Kota Martapura, Kalimantan Selatan. (foto: laman fb M.Syafii)
Syekh Abdul Karim Al Banjari (kiri) bersama KH. Abdul Syukur asal Kota Martapura, Kalimantan Selatan. (foto: laman fb M.Syafii)

Syekh Abdul Karim Al Banjari merupakan salah seorang ulama masyhur yang terakhir mengajar di Masjidil Haram. Syekh Abdul Karim adalah ulama besar kelahiran Banjarmasin. Sejak usia 15 tahun, dia sudah meninggalkan banua Kalimantan Selatan untuk menuntut ilmu ke Masjidil Haram. Kendati saat itu ke Makkah bukanlah perkara mudah, namun dengan tekad yang kuat, dia bisa berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal perang.  

KORANBANJAR.NET – Syekh Abdul Karim Al Banjari mengajar di Masjidil Haram. Dia ulama asal Indonesia terakhir yang mengajar di Masjidil Haram. Dikatakan demikian karena sesudah beliau wafat, sampai ditulisnya risalah ini, tidak ada lagi orang Indonesia yang mengajar di sana.

Dikutip dari laman Alif.id, Syekh Abdul Karim Al Banjari seorang Tuan Guru berlevel Internasional, karena menjadi guru di pusat peribadatan dan kiblatnya umat Islam di seluruh dunia. Murid-muridnya tersebar di hampir sepertiga dunia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand dan Kamboja. Banyak di antara muridnya yang menjadi ulama ternama. Di Kalimantan Selatan antara lain: KH. Sufyan Tatah Bahalang, KH. Haderawi dan KH. Syamsurrahman Kelayan. Dan di antara sahabat ketika menuntut ilmu di Makkah yang sangat ternama adalah KH. Syarwani Abdan Bangil (Guru Bangil), pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Datu Kelampayan Bangil, Jawa Timur.

Ulama Banjar ini memiliki nama lengkap Abdul Karim bin Muhammad Amin bin Al-Banjary Al-Makky Al-Arsyadi. Dia lahir di Kampung Kuin Banjarmasin (1342 H/1923 M) dan wafat di Makkah Al-Mukarramah, pada subuh Ahad, 9 Zulhjjah 1422 H – 2002 M.

Berdasarkan silsilah Arsyadiah, Syekh Adul Karim Al Banjari turunan keempat dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Dartuk Kelampayan, yaitu garis turunan dari ibunya Hj.Sa’diyah (bergelar Diyang Kacil) binti Syekh Ahmad Jazuli Nambau, bin Syekh Qadhi Abu Su’ud, bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Syekh Abdul Karim Al Banjari tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang agamis dan ketat dalam pendidikan akhlak budi pekerti. Pendidikan awal kebanyakan dari ayahnya KH. Muhammad Amin, seorang ulama tokoh masyarakat Kuin pada masa itu dengan metode “mengaji duduk” yaitu mendatangi tempat tinggal guru untuk belajar. Sebelum ke Makkah, dia sudah menguasa dasar-dasar ilmu bahasa Arab (Nahwu-Sharaf), Fikih, Tauhid, Tasawuf/Akhlaq, dan fasih dalam membaca Alquran.

Pada usia sekitar 15 tahun, Abdul Karim berangkat menuju Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah. Pada masa itu, untuk dapat pergi ke tanah suci tidaklah semudah seperti sekarang, karena tanah air masih dalam cengkeraman penjajah Belanda. Keinginannya untuk belajar ke sana sangatlah kuat, sedangkan jalan menuju ke sana sulit.

Untuk mewujudkan cita-cita mulianya, Abdul Karim bermunajat kepada Allah dalam shalat hajat dan do’a sesering mungkin agar cita-citanya dapat terwujud. Akhirnya dia dipertemukan Allah dengan seorang kapten kapal perang berkebangsaan Jerman yang mencari seorang guide. Sang kapten itu sangat suka terhadap kepribadiannya dan merasa puas dengan pelayanannya.

Pada suatu kesempatan, Abdul Karim mengemukakan cita-cita untuk dapat pergi ke Makkah, kapten bersedia membawa dengan kapal perang yang akan dibawa pulang ke Jerman. Setelah melewati dan singgah di beberapa negara, dalam waktu yang berbulan-bulan, akhirnya sampai di kota Jeddah, dan selanjutnya berangkat ke Makkah.

Guru-guru Syekh Abdul Karim Al Banjari

Di Makkah, Abdul Karim ditampung seorang pedagang berasal dari Banjar. Abdul Karim membantu menjaga toko sambil belajar dengan beberapa guru yang terkenal pada waktu itu, di antaranya;

Al-‘allamah al-Fiqih Syekh Muhammad Ahyad bin Idris Al-Bugury Al-Makky, seorang ulama besar Syafi’iyah yang termasyhur pada jamannya, tempat lahir ulama ini adalah kota Bogor Indonesia, karena itu digelari Al-Bugury. Tetapi karena sudah menetap sejak muda di Makkah maka digelari Al-Makky. Dari ulama ini beliau banyak menimba ilmu Fiqih.

Al-‘Allamah syekh Mukhtar ‘Atharid, seorang muallim yang mengajar di Masjidil H Halaqah beliau di dekat pintu “Bab Nabi SAW”. Dari ulama ini, Syekh Abdul Karim banyak menimba ilmu hadits, tafsir dan fiqih.

Al-‘Allamah Abu Hafs Syekh Umar bin Hamdan Al-Mhrisy, mu’allim yang mengajar di Masjidil Haram dan di Perguruan Salatiyah Makkah. Dari ulama ini dia banyak menimba ilmu Nahwu, Sharaf dan Balagah, serta Tafsir dan Hadits.

Al’Allamah Syekh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib Al-Mandaily, kelahiran daerah Mandailing Sumatera Utara, yang juga mengajar di Masjidil-Haram.

Al-‘Allamah Al-Qadhi Syekh Hasan bin Muhammad Al-Massyath Al-Maliky. Dari ulama ini dia banyak mendapatkan ilmu Hadits.

Al-Allamah Sayyid Alwi bin Abbas bin Abdil Aziz bin Abbal Al-Hasany Al-Idrisy Al-Makky Al-Maliky, yang mengajar di Masjidil-Haram dan di Perguruan Al-Falah Makkah. Dari ulama ini dia banyak mendapatkan ilmu Tafsir dan Hadits.

Al-‘Allamah Syekh Hasan bin Said Al-Yamany Al-Makky. Muallim yang mengajar di Masjidil Dari ulama ini dia menuntut ilmu khusus Fiqih Mazhab Syafi’i.

Al-‘Allamah Syekh Ali bin Abdul bin Mahmud bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary Al-Makky. Dari ulama ini, dia memperoleh berbagai ilmu keagamaan, karena selalu menghadiri majelis ta’lim di rumah syekh ini di kawasan Syamiyah Makkah.

Sedangkan guru-guru Syekh Abdul Karim di Madinah Al-Munawwarah yaitu sebagai berikut;

Syekh Muhammad bin Ja’far Al-Kinany.

Syekh Sayyid Ali bin Thahir Al-witry.

Syekh Sayyid Ahmad bin Isma’il Al-Barzanji.

Syekh Falih A-Zhahiry.

Setelah mengajar sekian lama, dan telah mendapatkan ijazah dari guru-gurunya, maka tahun 1369 H/1950 M, Syekh Abdul Karim mendapatkan izin sekaligus surat pengangkatan sebagai guru yang mengajar di salah satu “halaqah” Masjidil Haam dari penguasa Arab Saudi pada masa itu. Murid-muridnya mengikuti halaqah pengajian, selain dari Indonesia, juga dari Thailand, Brunei, dan Filipina.

Ilmu yang Diajarkan di Masjidil Haram

Di antara pelajaran yang dia ajarkan di halaqah Masjidil-Haram adalah;

Al-Hadits: dengan kitab Riyadhus Shalihin bersama syarahnnya Dalilul Falihin, Arba’in An-Nawawiyah bersama syarahnya Fathul Mubin.

Tafsir: dengan kitab Al-Jalalain, dan Tafsir Ibnu Katsir.

Fiqih: dengan kitab Maniyyatul Mushalli.

Akhlaq/Tashawwuf: dengan kitab Risalatul-Mu’awanah wal-Muzhaharah, Mau’izhatul-Mu’minin, ‘Ilajul-Qulub (penawar bagi hati)

Qawa’id Al-‘Arabiyah (tata bahasa Arab): dengan kitab Al-Jurumiyah, Al-Asymuni, dan Jauharul-Maknun fil-Balaghah.

Kebanyakan waktu untuk pengajaran beliau di Masjidil Haram adalah antara Shalat Maghrib dan Isya. Kadang-kadang beberapa murid datang ke rumahnya di Jarwal/Gaslah untuk mendapatkan bimbingan lebih dalam tentang pelajaran yang mereka ikuti d Masjidil Haram. Selain itu dia juga membuka Majelis Taklim untuk ibu-ibu di rumah setiap hari Kamis pagi dengan materi Fikih dan Akhlak.

Menikah dan Wasiat

Pada usia 27 tahun H. Abdul Karim dinikahkan dengan seorang gadis dari Kandangan bernama Burhaniyah yang dibawa oleh keluarganya melaksanakan ibadah haji. Hj. Burhaniyah tinggal di Mekkah mendampingi suaminya dengan setia sampai akhir hayatnya. Syekh Abdul Karim sendiri wafat pada tahun 2005 M.

Sebelum berpulang ke rahmatullah, Syekh Karim sempat meninggalkan beberapa wasiat kepada murid-muridnya, sebagian di antaranya adalah;

Bertaqwalah kamu kepada Allah, dan lazimkan taat kepada-Nya, serta biasakan berdzikir dengan lisan dan hati.

Di antara zikir yang baik diamalkan setiap hari;

Kalimat tauhid “Laailaha-illallah” tanpa batas banyaknya.

“Ya Hayyu ya Qayyum Laailaaha illa anta” 41x sehari.

“Subhanallahi wa bihamdih, subhanallahi al-‘azhim, astaghfirullah” 100 x sehari.

“Rabbigfirli wa tub ‘alayya, innaka antattawwaburrahim” 100 x sehari.

Hendaklah kalian berakhlak mulia, dan contohlah kepribadian Rasulullah SAW.

Hendaklah kalian berhubungan baik dengan para ulama, hadirilah Majelis Taklim mereka, berkhidmatlah kepada mereka, gali dan timbalah ilmu mereka, ikutilah “thariqat” mereka, karena di balik yang demikian itu terdapat rahasia keberhasilan dunia akhirat.

Saudara Syekh Abdul Karim

Syekh Abdul Karim memiliki beberapa saudara, yang juga merupakan ulama terkenal, yaitu:

Tuan guru H. Abdul Wahab, menetap dan mengajar di daerah Kandangan dan Nagara, seorang ulama besar pada zamannya. Wafat sekitar tahun 1972 M

Tuan guru H. Abdus Samad, terakhr menetap di Kandangan. Seorang ulama besar pula pada zamannya. Wafat malam Jum’at, tanggal 2 Rabiul Awwal 1419 H/26 Juni 1998 M. dalam usia kurang lebih 90 tahun. Dimakamkan di dekat masjid Darul-Khaliq Kandangan.

Aminah, menetap di Banjarmasin, wafat dan dimakamkan di Banjarmasin.

Khamsiah, menetap, wafat dan dimakamkan di Banjarmasin.

Aisyah, kawin dengan seorang warga Negara Arab Saudi keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Menetap sampai wafat dan dimakamkan di Makkah Al Mukarramah.

Wafat

Pada tahun 2002 M/1422 H Syekh Karim melaksanakan ibadah haji sekeluarga, dan ternyata menjadi rukun Islam kelima yang ditunaikan saat itu merupakan “Haji Wada” (Haji Perpisahan). Dikatakan demikian karena pada subuh hari Ahad, tanggal 19 Zulhijjah 1422 H/ 2002 M. dalam usia kurang lebih 79 tahun, Allah memanggil ke hadirat-Nya.

Syekh Abdul Karim dishalatkan di Masjidil Haram sesudah shalat Ashar, dan dimakamkan di Ma’la. Dari Masjidil Haram ke Ma’la, jenazahnya diusung sambut-bersambut oleh para murid dan kelurga, serta oleh sebagian warga negara Arab, bagaikan terbang. Selama tiga malam sesudah diadakan “Garayah” (pembacaan Alquran Nuqaddam) serta tahlil dan do’a di rumahnya di kawasan Khalidiah Makkah, dan setiap tahun diadakan haul yang dihadiri para murid dan keluarga, juga dihadiri sebagian para jama’ah haji dari Kalimantan Selatan yang belum pulang.

Keturunan Syekh Abdul Karim

Dia meninggalkan zuriat yang shaleh dan shalihat sebanyak 6 anak, yaitu;

Muhammad Rafi’ie bin Abdul Karim Banjar, dokter mata, bekerja di salah satu rumah sakit di Jeddah Arab Saudi

Ahmad Rif’at bin Abdul Karim Banjari, Ustadz di salah satu Madrasah Negeri Arab Saudi di Makkah.

Rabi’ah binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Ramlah binti Abdul Karim Banjari, wafat terdahulu beberapa tahun dari Syekh Karim

Ramziyah binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Ruwayda binti Abdul Karim Banjari, Ustadzah di salah satu Madrasah di Makkah.

Sebagai seorang ulama besar tentu saja Syekh Abdul Karim banyak sekali memiliki murid, dan murid-muridnya itu terdiri dari berasal dari berbagai daerah, bahkan dari beberapa negara. Dalam hal ini tidak terkecuali yang berasal dari Kalimantan dan daerah-daerah lainnya di tanah air. Beberapa murid Syekh Abdul Karim Karim dimaksud hanya sebagian kecil yang dapat disebutkan di sini, yaitu sebagaimana tercantum di bawah ini.

Murid dari Kalimantan

Syekh Muhammad Husni Tamrin bin Jaferi Al-Banjari, setahun terakhir ini mengasuh salah satu majelis ta’lim di Banjarbaru

Haderawi. H.K, pengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin, tuan guru yang cukup ternama di Kalimantan Selatan.

Ahmad Sufian, ulama yang ternama, da’i kondang di Kalimantan Selatan, juga mengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin.

H Syamsur Rahman, ulama yang cukup ternama di Banjarmasin, juga mengasuh beberapa majelis ta’lim di Banjarmasin.

Abdul Muthalib Matasin Gambut.

Saberan Antung Gambut.

Muhammad Matli Kandangan.

Muhammad Thayyib Martapura

Al-Ustadz H. Hasyim Martapura.

Ustadz H. Ibrahim Amuntai

Ustadz H. Abd. Salam bin Abd. Rahman Barabai.

Ustadz H. Muhyiddin Saubi, Nagara.

Ustadz H. Bushairi Rantau Bujur.

Ustadz H. Suryani Sulaiman Anjir.

Ustadz H. Muhammad Zaini Tambul

Ustadz H. Abd. Syukur Anjir

Ustadz H. Muhammad Yasin Amuntai

Murid asal Kalimantan yang mukim di Makkah adalah sebagai berikut:

Syekh H. Azhari Sya’ya bin Ja’far bin Abd. Samad Al-Banjari.

Syekh H. Ahmad Sya’rani Thayyib Al-Martapuri ad-Dary.

Syekh H. Marbu bin Abdullah bin Thayyib Al-Banjari.

Murid dari Thailand antara lain adalah sebagai berikut:

Syekh H. Ayang Halwang bin Ji’uma Al-Fathany

Ustadz H. Muhammad Zaini Ismail Al-Fathany

Ustadz H. Abdullah Ibrahhim Al-Fathany

Ustadz H. Muhammad Ramli Al-Fathany

Murid dari beberapa daerah Indonesia, antara lain sebagai berikut:

Ustadz H. Abd. Raim At-Timory (Timor)

Ustadz H. Abd. Latif Syamsuddin Al-Ambory

Ustadz H. Abd. Qadir Ambon

Ustadz H. Mahmud Nifan Jakarta

Ustadz H. Muhammad Yusuf Bima (NTB)

Ustadz H. Ali Betawi

Ustadz H. Burhanuddin Palembang

Ustadz H. Ahyan Sambas (Kalbar)

Ustadz H. Safaruddin bin Athar Ampenan

Ustadz H. Baderun Puyung Ampenan

Ustadz H. Tarmizi Bangu Ampenan

Ustadz H. Lalu Masyat Ampenan

Ustadz H. Muhsin Fanujak Ampenan

Ustadz H. Lalu Zakaria Abd. Azhim Ampenan

Ustadz H. Azhar Lombok

Ustadz H. Bahruddin Lombok

Ustadz H. Zainal Arifin Lombok

Ustadz H. Marzuki Dahlan Betawi

Ustadz H. Sulaiman Dahlan Betawi

Ustadz Dr H. Yasin Jakarta

Ustadz H. Hamim Banten

Ustadz H. Syamsuddin Ajyad mandailing (Sumut)

Ustadz H. Ahmad Dasturi Ketapang

Ustadz H. Ali Gusti Mandailing (Sumut)

Ustadz H. M. Marzuki Noor Jakarta.

Selain nama-nama yang disebutkan di atas sebenarnya masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan disini. Dalam hal ini khususnya mereka yang berasal dari kawasan Asia Tenggara seperti dari Malaysia, Filipina, dan Kamboja.(koranbanjar.net)

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari