Senin, 20 Februari 2017

Kyai Hamid Pasuruan

Kyai Abdul Hamid bin Abdullah bin Umar Basyaiban BaAlawi dilahirkan diLasem, Rembang, Jawa Tengah tahun 1333 H, dilahirkan dengan nama kecil “Abdul Mu`thi”. Sejak kecil beliau dibimbing oleh ayahanda beliau, setiap hari beliau mengaji di mushola yang terletak persis di samping rumah beliau.
Suatu ketika KH. Siddiq singgah di Lasem dan langsung mengajak Kyai Hamid menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Rasululloh SAW. Sepulang dari Makkah pada usia 15 tahun beliau dipondokan ke pondok pesantren Tremas  Pacitan .
Mondok di Tremas
Pada periode Tremas inilah potensi spiritual kyai Hamid mulai terasa. Kecemerlangan spiritualnya membuat kagum banyak pihak, hingga tidak sedikit kawan beliau menjadikan kyai Hamid sebagai guru, dan mengikuti jejak beliau ke Pasuruan.
Kyai Hamid dinikahkan dengan putri Kyai Ahmad Qusairy Kebonsari Pasuruan. Dan sejak itu beliau tinggal dan menetap di Pasuruan. Kehidupan Kyai Hamid teramat sederhana, beliau bekerja sebagai guru ngaji dan juga sebagai belantik. Pekerjaan belantik itu di daerah bangil dengan jarak kurang lebih 15 km sebelah barat Pasuruan . Setiap hari beliau ke sana dengan menggunakan sepeda, beliau menjalani itu semua dengan tabah. Sampai-sampai beliau hanya mempunyai satu sarung yang sudah menerawang sangking tuanya sehingga setiap sholat beliau menutupinya dengan sorban.
Periode pasuruan adalah periode emas dari perjalanan spiritual beliau. Disinilah beliau mulai dan mungkin mengasah diri dengan pancaran ruhhul ilahiyah yang begitu cemerlang. Di Pasuruan ini pula beliau semakin mendekatkan diri pada kalangan ulama dan habaib khususnya dengan Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf Pasuruan yang merupakan guru utama beliau. bersama Habib Ja`far inilah potensi spiritual beliau semakin terasa, hal ini diakui oleh habib Ja`far bahwa dibanding murid yang lain, Kyai Hamid memiliki keunggulan tersendiri yang sangat sulit dicapai oleh orang lain. Kekaguman dan kepercayaan Habib Ja`far diwujudkan dengan dipercayakanya Kyai Hamid untuk menjadi imam sholat maghrib dan isya` di kediaman Habib Ja`far, meski demikian Kyai Hamid tetap tidak mengurangi takzim beliau kepada sang guru, begitu merendahnya Kyai Hamid dihadapan Habib Ja`far ibarat pena ditangan pemiliknya, pena tidak akan bergerak jika tidak digerakan pemiliknya, demikian juga Kyai Hamid keberadaanya seakan hilang dan menyatu dengan Habib Ja`far. Keunggulan Kyai Hamid di bidang keilmuan mungkin dapat diungguli oleh orang lain, namun dua hal menjadi kelebihan tesendiri bagi Kyai Hamid adalah sifat zuhud dan tawadhu yang jarang dimiliki oleh orang lain. Bahkan ketika Habib Ja`far wafat ketika ziaroh ke makam Habib Ja`far, Kyai Hamid sangking takzimnya dan tawadu nya tidak berani duduk lurus pada posisi kepala tapi selalu duduk pada posisi kaki Habib Ja`far. Inilah sifat tawaddhu beliau yang sangat tinggi.
Tidak lama setelah wafatnya Habib Ja`far semakin tampak pancaran kemuliaan Kyai Hamid. Nampaknya beliau mewarisi asror Habib Ja`far sebagai waliyulloh, hal ini ada yang melihat pulung atau ndaru yang cemlorot di malam hari berpindah dari rumah Habib Ja`far ke daerah Pondok Pesantren Salafiyah tempat Kyai Hamid tinggal.
Suatu ketika ada seseorang meminta nomor togel pada Kyai Hamid. Oleh Kyai Hamid diberi dengan syarat jika dapat uangnya harus dibawa kehadapan Kyai Hamid. Dan oleh orang tersebut dipasanglah nomor tersebut dan menang. Uangnya dibawa kehadapan Kyai Hamid. Oleh Kyai Hamid uang tersebut dimasukan ke dalam bejana dan disuruh melihat apa isinya. Dan terlihat isinya darah dan belatung. Kyai hamid berkata "tegakah saudara memberi makan anak istri saudara dengan darah dan belatung?". Orang tersebut menangis dan pulang kemudian bertobat.
Setiap pergi ke manapun Kyai Hamid selalu didatangi oleh umat yang berduyun duyun meminta doa padanya. Bahkan ketika naik haji ke mekkah pun banyak orang tak dikenal dari berbagai bangsa yang datang dan berebut mencium tangannya. Darimana orang tau tentang derajat Kyai Hamid? Mengapa orang selalu datang memuliakanya? Konon inilah keistimewaan beliau, beliau derajatnya ditinggikan oleh Allah SWT.
Pada suatu saat orde baru ingin mengajak Kyai Hamid masuk partai pemerintah, Kyai Hamid menyambut ajakan itu dengan ramah dan menjamu tamunya dari kalangan birokrat itu. Ketika surat persetujuan masuk partai pemerintah itu disodorkan bersama pulpennya, Kyai Hamid menerimanya dan menandatanganinya, anehnya pulpennya tak bisa keluar tinta, diganti polpen lain tetap tak mau keluar tinta. Akhirnya Kyai Hamid berkata "bukan saya lo yang gak mau, bolpointnya yang gak mau". Itulah Kyai Hamid dia menolak dengan cara yang halus dan tetap menghormati siapa saja yang bertamu kerumahnya.
8 rabiul awal 1403 H, sehari sebelum beliau wafat, bertepatan dengan acara haul ayahanda beliau Kyai Abdulloh bin Umar, beliau menyempatkan diri ke Lasem dan datang ke rumah gede, tempat dimana beliau dilahirkan. tidak seperti biasanya beliau sholat 2 rakaat didekat tiang utama lalu memimpin masyarakat sekitar yang datang untuk bertahlil seperti mengantar jenazah ke kuburan. Tanggal 9 Rabiul Awal 1403 H beliau berpulang ke rahmatulloh, umatpun menangis, gerak kehidupan di pasuruan seakan terhenti, bisu oleh luka yang dalam, puluhan bahkan ratusan ribu orang membanjiri pasuruan, memenuhi relung relung Masjid Agung Al Anwar dan alun alun serta memadati gang gang dan ruas jalan didepannya. Beliau dimakamkan di turba belakang Masjid Agung Al Anwar Pasuruan . Ribuan umat selalu menziarahinya setiap waktu mengenang jasa dan cinta beliau kepada umat.
Seperti kebanyakan para Kyai, Kyai Hamid banyak memberi ijazah (wirid) kepada siapa saja. Biasanya ijazah diberikan secaara langsung tapi juga pernah memberi ijazah melalui orang lain. Diantara ijazah beliau adalah:
1. Membaca Surat Al-Fatihah 100 kali tiap hari. Menurutnya, orang yang membaca ini bakal mendapatkan keajaiban-keajaiban yang tak terduga. Bacaan ini bisa dicicil setelah sholat Shubuh 30 kali, selepas shalat Dhuhur 25 kali, setelah Ashar 20 kali, setelah Maghrib 15 kali dan setelah Isya’ 10 kali.
2. Membaca Hasbunallah wa ni’mal wakil sebanyak 450 kali sehari semalam.
3. Membaca sholawat 1000 kali. Tetapi yang sering diamalkan Kiai Hamid adalah shalawat Nariyah dan Munjiyat.
4. Membaca kitab Dala’ilul Khairat. Kitab ini berisi kumpulan shalawat.
Sumber: http://napaktilaswali.blogspot.com/p/kh-abdul-hamid-pasuruan.html?m=1

KH. Anang Sya'rani Arif Al Banjary

KH. Anang Sya'rani bin KH. Muhammad Arif (lahir di Kampung Melayu, Martapura, tahun 1914, wafat 17 Juni 1969, umur 55 tahun) adalah seorang ulama besar dari Martapura,
Kalimantan Selatan Indonesia. Ia adalah pengasuh dan pemimpin Madrasah Darussalam , Martapura, dan juga guru dari ulama kharismatik Martapura, Syekh KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani al-Banjari .
Silsilah
Al-Arif billah Al-Muhaddits wal Mufassir Asy-Syeikh Haji Anang Sya'rani bin Fathul Jannah
Haji Muhammad Arif bin Al-Alim Al-Fhadil Haji Abdullah Khattib bin Al-Alim Al-Allamah Khalifah
Haji Hasanuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari
Belajar di Mekkah
Pendidikannya dimulai di usia dini. Ia mengaji kepada beberapa ulama yang ada di Martapura di antaranya kepada pamannya yang bernama
KH Kasyful Anwar. Maka di bawah pengawasannya inilah ia bersama sepupunya,
KH Syarwani Abdan Bangil , banyak mendapatkan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1350 H/1930 M ia dan sepupunya berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan Ibadah haji sekaligus menimba ilmu di tempat sumbernya dengan diantar langsung oleh sang paman KH.Kasyful Anwar. Setibanya di Makkah, mereka belajar dengan tekun, ibarat istilah "siang bercermin kitab, malam bertongkat pensil ".
Di antara guru guru yang banyak memberikan pelajaran kepada mereka adalah:
Al-'Alim al-Allamah as-Sayyid Amin al-Kutbi
Al-'Alim al-Allamah Syeikh Umar Hamdan
Al-'Alim al-Allamah Syeikh Ali bin Abdullah al-Banjari
Al-'Alim al-Allamah Syeikh Bakri Syatha
Al-'Alim al-Allamah Syeikh Muhammad Ali bin Huseinal-Maliki
Al-'Alim al-Allamah Syeikh Ahyad al-Bughuri
Dari didikan mereka yang penuh keikhlasan, akhirnya ia menjadi ulama ternama dan ahli dalam bidang ilmu hadist dan tafsir. Ia pun menyandang gelar Muhaddist yaitu seseorang yang ahli dan hafal dalam ribuan matan hadist lengkap dengan sanadnya. Ia juga Khalifah dari gurunya, Syeikh Umar Hamdan .
Karena ketekunan mereka berdua, maka terkenallah mereka berdua di tanah suci Makkah hingga diberi julukan Dua Mutiara dari Banjar .
Kembali dari Mekkah
Setelah 22 tahun menimba ilmu di Makkah dan sempat menjadi pengajar di Masjidil Haram , Syekh Anang Sya'rani dan sepupunya pulang ke kampung halamannya Martapura sekitar tahun
1952 . Begitu sampai, ia langsung menerima tongkat estafet kepemimpinan dari gurunya,
KH.Kasyful Anwar. Selain sebagai pemimpin
Madrasah Islamiyah Darussalam (sekarang:
Pondok Pesantren Darussalam ) periode kelima (1959-1969), ia juga mengadakan pengajian khusus guru-guru di kediamannya di Kampung Melayu .
Syekh Anang Sya'rani dikenal sebagai seorang ulama yang tak kenal lelah dalam mengajar, sekalipun dia dalam keadaan sakit, ia mengajar dengan berbaring. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat gesit dalam memecahkan masalah, sehingga apabila ada guru-guru yang menemui masalah yang sulit, maka kepadanyalah mereka pergi untuk mencari jalan keluar atau pemecahannya. Dia juga sangat mencintai ilmu dan para penuntut ilmu, sehingga sampai akhir hayatnya ia masih aktif dan tetap mengajar.
Di antara murid murid dia adalah:
KH.Mahfuzh Amin (Abah Pengasuh pondok Pesantren Ibnul Amin Pemangkih)
Abah Guru Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari
KH.Salim Ma'ruf
KH.Mukhtar HS (pengasuh Pondok Pesntren Ibnul Amin sekarang)
dan banyak lagi yang lainnya.
Karya tulis
Di antara kitab kitab karangan dia adalah:
Thanwirut Thulab (ilmu yang menguraikan tentang Ushul Hadist)
Hidayatuz Zaman (berisi hadist hadist tentang akhir zaman)
Wafat
Makam KH. Anang Sya'rani Arif al-Banjari
Sebelum dia wafat, Syekh Anang Sya'rani berwasiat dan menunjuk KH.Muhammad Salim Ma'ruf sebagai gantinya menjadi Pimpinan di Madrasah Darussalam sepeninggalnya. Akhirnya pada tanggal 14 Jumadil Awwal ( 1969 M), dia berpulang ke rahmatullah membawa amal bakti yang tiada terhingga. Jasad dia dimakamkan di Kampung Melayu Tengah ,
Martapura , Kalimantan Selatan.
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Anang_Sya'rani_Arif_al-Banjari

Sabtu, 18 Februari 2017

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji ( pengarang Maulid Barzanji )

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M).
Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut: “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji.
Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar. Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.” Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M). Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar.
Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj. Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far. Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya. Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah. Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri. Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut.
Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau. Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha.
--------------
Dikutip dari: WA. DMI Kab. Malang

Syeikh Ihsan Jampes Kediri

Biografi Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Jampesi Kediri
Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang pendiam dan tak suka publikasi. Salah satu ulama yang paling berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah nusantara pada abad ke-19 (awal abad ke-20) adalah Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Namun, namanya lebih dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Jampes (kini Al Ihsan Jampes) di Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Namanya makin terkenal setelah kitab karangannya Siraj Al-Thalibin menjadi bidang ilmu yang dipelajari hingga perguruan tinggi, seperti Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dan, dari karyanya ini pula, ia dikenal sebagai seorang ulama sufi yang sangat hebat.
Semasa hidupnya, Kiai dari Dusun Jampes ini tidak hanya dikenal sebagai ulama sufi. Tetapi, ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu falak, fikih, hadis, dan beberapa bidang ilmu agama lainnya. Karena itu, karya-karya tulisannya tak sebatas pada bidang ilmu tasawuf dan akhlak semata, tetapi hingga pada persoalan fikih.
Dilahirkan sekitar tahun 1901, Syekh Ihsan al-Jampesi adalah putra dari seorang ulama yang sejak kecil tinggal di lingkungan pesantren. Ayahnya KH Dahlan bin Saleh dan ibunya Istianah adalah pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Jampes. Kakeknya adalah Kiai Saleh, seorang ulama asal Bogor, Jawa Barat, yang masa muda hingga akhir hayatnya dihabiskan untuk menimba ilmu dan memimpin pesantren di Jatim.
Kiai Saleh sendiri, dalam catatan sejarahnya, masih keturunan dari seorang sultan di daerah Kuningan (Jabar) yang berjalur keturunan dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon, salah seorang dari sembilan wali penyebar agama Islam di Tanah Air.
Sedangkan, ibunya adalah anak dari seorang kiai Mesir, tokoh ulama di Pacitan yang masih keturunan Panembahan Senapati yang berjuluk Sultan Agung, pendiri Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16.
Keturunan Syekh Ihsan al-Jampesi mengenal sosok ulama yang suka menggeluti dunia tasawuf itu sebagai orang pendiam. Meski memiliki karya kitab yang berbobot, namun ia tak suka publikasi. Hal tersebut diungkap KH Abdul Latief, pengasuh Ponpes Jampes sekaligus cucu dari Syekh Ihsan al-Jampesi.
Membaca dan menulis
Semenjak muda, Syekh Ihsan al-Jampesi terkenal suka membaca. Ia memiliki motto (semboyan hidup), ‘Tiada Hari tanpa Membaca’. Buku-buku yang dibaca beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga bahasa Indonesia.
Seiring kesukaannya menyantap aneka bacaan, tumbuh pula hobi menulis dalam dirinya. Di waktu senggang, jika tidak dimanfaatkan untuk membaca, diisi dengan menulis atau mengarang. Naskah yang ia tulis adalah naskah-naskah yang berisi ilmu-ilmu agama atau yang bersangkutan dengan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren.
Pada tahun 1930, Syekh Ihsan al-Jampesi menulis sebuah kitab di bidang ilmu falak (astronomi) yang berjudul Tashrih Al-Ibarat , penjabaran dari kitab Natijat Al-Miqat karangan KH Ahmad Dahlan, Semarang. Selanjutnya, pada 1932, ulama yang di kala masih remaja menyukai pula ilmu pedalangan ini juga berhasil mengarang sebuah kitab tasawuf berjudul Siraj Al-Thalibin . Kitab Siraj Al-Thalibin ini di kemudian hari mengharumkan nama Ponpes Jampes dan juga bangsa Indonesia.
Tahun 1944, beliau mengarang sebuah kitab yang diberi judul Manahij Al-Amdad , penjabaran dari kitab Irsyad Al-Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad karya Syekh Zainuddin Al-Malibari (982 H), ulama asal Malabar, India. Kitab setebal 1036 halaman itu sayangnya hingga sekarang belum sempat diterbitkan secara resmi.
Selain Manahij Al-Amdad , masih ada lagi karya-karya pengasuh Ponpes Jampes ini. Di antaranya adalah kitab Irsyad Al-Ikhwan Fi Syurbati Al-Qahwati wa Al-Dukhan , sebuah kitab yang khusus membicarakan minum kopi dan merokok dari segi hukum Islam.
Kitab yang berjudul Irsyad al-Ikhwan fi Syurbati al-Qahwati wa al-Dukhan (kitab yang membahas kopi dan rokok) ini tampaknya ada kaitannya dengan pengalaman hidupnya saat masih remaja.
Di kisahkan, sewaktu muda, Syekh Ihsan terkenal bandel. Orang memanggilnya ‘Bakri’. Kegemarannya waktu itu adalah menonton wayang sambil ditemani segelas kopi dan rokok. Kebiasannya ini membuat khawatir pihak keluarga karena Bakri akan terlibat permainan judi. Kekhawatiran ini ternyata terbukti. Bakri sangat gemar bermain judi, bahkan terkenal sangat hebat. Sudah dinasihati berkali-kali, Bakri tak juga mau menghentikan kebiasan buruknya itu.
Hingga suatu hari, ayahnya mengajak dia berziarah ke makam seorang ulama bernama KH Yahuda yang juga masih ada hubungan kerabat dengan ayahnya. Di makam tersebut, ayahnya berdoa dan memohon kepada Allah agar putranya diberikan hidayah dan insaf. Jika dirinya masih saja melakukan perbuatan judi tersebut, lebih baik ia diberi umur pendek agar tidak membawa mudharat bagi umat dan masyarakat.
Selepas berziarah itu, suatu malam Syekh Ihsan (Bakri) bermimpi didatangi seseorang yang berwujud seperti kakeknya sedang membawa sebuah batu besar dan siap dilemparkan ke kepalanya.”Hai cucuku, kalau engkau tidak menghentikan kebiasaan burukmu yang suka berjudi, aku akan lemparkan batu besar ini ke kepalamu,” kata kakek tersebut.
Ia bertanya dalam hati, ”Apa hubungannya kakek denganku? Mau berhenti atau terus, itu bukan urusan kakek,” timpal Syekh Ihsan.Tiba tiba, sang kakek tersebut melempar batu besar tersebut ke kepala Syekh Ihsan hingga kepalanya pecah. Ia langsung terbangun dan mengucapkan istighfar. ”Ya Allah, apa yang sedang terjadi. Ya Allah, ampunilah dosaku.”
Sejak saat itu, Syekh Ihsan menghentikan kebiasaannya bermain judi dan mulai gemar menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya di Pulau Jawa. Mengambil berkah dan restu dari para ulama di Jawa, seperti KH Saleh Darat (Semarang), KH Hasyim Asyari (Jombang), dan KH Muhammad Kholil (Bangkalan, Madura).
Tawaran Raja Mesir
Di antara kitab-kitab karyanya, yang paling populer dan mampu mengangkat nama hingga ke mancanegara adalah Siraj Al-Thalibin . Bahkan, Raja Faruk yang sedang berkuasa di Mesir pada 1934 silam pernah mengirim utusan ke Dusun Jampes hanya untuk menyampaikan keinginannya agar Syekh Ihsan al-Jampesi bersedia diperbantukan mengajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
Namun, beliau menolak dengan halus permintaan Raja Faruk lewat utusannya tadi dengan alasan ingin mengabdikan hidupnya kepada warga pedesaan di Tanah Air melalui pendidikan Islam.
Dan, keinginan Syekh Ihsan al-Jampesi tersebut terwujud dengan berdirinya sebuah madrasah dalam lingkungan Ponpes Jampes di tahun 1942. Madrasah yang didirikan pada zaman pendudukan Jepang itu diberi nama Mufatihul Huda yang lebih dikenal dengan sebutan ‘MMH’ (Madrasah Mufatihul Huda).
Di bawah kepemimpinannya, Ponpes Jampes terus didatangi para santri dari berbagai penjuru Tanah Air untuk menimba ilmu. Kemudian, dalam perkembangannya, pesantren ini pun berkembang dengan didirikannya bangunan-bangunan sekolah setingkat tsanawiyah dan aliyah. Dedikasinya terhadap pendidikan Islam di Tanah Air terus ia lakukan hingga akhir hayatnya pada 15 September 1952.
Siraj Al-Thalibin, Kitab yang Sarat dengan Ilmu Tasawuf
Umat Muslim yang pernah menuntut ilmu agama di pesantren tentu pernah mendengar atau bahkan memiliki sebuah buku berbahasa Arab berjudul Siraj al-Thalibin karya Syekh Ihsan Dahlan al-Jampesi. Kitab tersebut merupakan syarah Minhaj Al-Abidin karya Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf besar di masa abad pertengahan.
Kitab Siraj al-Thalibin disusun pada tahun 1933 dan diterbitkan pertama kali pada 1936 oleh penerbitan dan percetakan An Banhaniyah milik Salim bersaudara (Syekh Salim bin Sa’ad dan saudaranya Achmad) di Surabaya yang bekerja sama dengan sebuah percetakan di Kairo, Mesir, Mustafa Al Baby Halabi. Yang terakhir adalah percetakan besar yang terkenal banyak menerbitkan buku-buku ilmu agama Islam karya ulama besar abad pertengahan.
Siraj al-Thalibin terdiri atas dua juz (jilid). Juz pertama berisi 419 halaman dan juz kedua 400 halaman. Dalam periode berikutnya, kitab tersebut dicetak oleh Darul Fiqr–sebuah percetakan dan penerbit di Beirut, Lebanon. Dalam cetakan Lebanon, setiap juz dibuat satu jilid. Jilid pertama berisi 544 halaman dan jilid kedua 554 halaman.
Kitab tersebut tak hanya beredar di Indonesia dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi juga di negara-negara non-Islam, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia, di mana terdapat jurusan filsafat, teosofi, dan Islamologi dalam perguruan tinggi tertentu. Sehingga, kitab Siraj al-Thalibin ini menjadi referensi di mancanegara.
Tidak hanya itu, kitab ini juga mendapatkan pujian luas dari kalangan ulama di Timur Tengah. Karena itu, tak mengherankan jika kitab ini dijadikan buku wajib untuk kajian pascasarjana Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, sebuah lembaga perguruan tinggi tertua di dunia.
Kitab ini dipelajari beberapa perguruan tinggi lain dan digunakan oleh hampir seluruh pondok pesantren di Tanah Air dengan kajian mendalam tentang tasawuf dan akhlak. Menurut Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj, seperti dikutip dari situs NU Online , kitab ini juga dikaji di beberapa majelis taklim kaum Muslim di Afrika dan Amerika.
Karya fenomenal ulama dari Dusun Jampes, Kediri, ini belakangan menjadi pembicaraan hangat di Tanah Air. Ini setelah sebuah penerbitan terbesar di Beirut, Lebanon, kedapatan melakukan pembajakan terhadap karya Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Perusahaan penerbitan dengan nama Darul Kutub Al-Ilmiyah ini diketahui mengganti nama pengarang kitab Siraj al-Thalibin dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Bahkan, kitab versi baru ini sudah beredar luas di Indonesia.
Dalam halaman pengantar kitab Siraj al-Thalibin versi penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, nama Syekh Ihsan al-Jampesi di paragraf kedua juga diganti dan penerbit menambahkan tiga halaman berisi biografi Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang wafat pada 1941, masih satu generasi dengan Syeh Ihsan al-Jampesi yang wafat pada 1952. Sementara itu, keseluruhan isi dalam pengantar itu bahkan keseluruhan isi kitab dua jilid itu sama persis dengan kitab asal. Penerbit juga membuang taqaridh atau semacam pengantar dari Syekh KH Hasyim Asyari (Jombang), Syekh KH Abdurrahman bin Abdul Karim (Kediri), dan Syekh KH Muhammad Yunus Abdullah (Kediri).
Kitab tersebut menawarkan konsep tasawuf di zaman modern ini. Misalnya, pengertian tentang uzlah yang secara umum bermakna pengasingan diri dari kesibukan duniawi. Menurut Syekh Ihsan, maksud dari uzlah di era sekarang adalah bukan lagi menyepi, tapi membaur dalam masyarakat majemuk, namun tetap menjaga diri dari hal-hal keduniawian.
Dikutip dari https://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/07/30/biografi-syekh-ihsan-muhammad-dahlan-al-jampesi-kediri/

Selasa, 14 Februari 2017

Syeikh Abdul Wahab Bugis

Syekh Abdul Wahab Bugis
(atau Syekh Abdul Wahab Bugis al-Banjari ) yang bergelar Sadenreng Bunga Wariyah adalah salah seorang ulama asal Bugis, namun ia banyak berkiprah hingga wafatnya di Tanah Banjar.
Kelahiran Syekh persisnya tidak diketahui, namun diperkirakan antara tahun 1725-1735 Masehi, mengingat usianya yang masih lebih muda dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Ia juga dikenal sebagai Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu) yang menuntut ilmu di
Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari ,
Syekh Abdus Shamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi
Ia dikawinkan dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari oleh syekh sendiri, dan berlangsung di Mekkah dengan disaksikan dua orang sahabatnya tersebut.
Syekh Abdul Wahab Bugis wafat antara tahun 1782-1790 M dan dimakamkan di Desa Karang Tangah (sekarang: Desa Tungkaran , Kabupaten Banjar , Kalimantan Selatan.

Empat Serangkai
Syekh Abdul Wahab Bugis dikenal sebagai
Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu) yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari , Syekh Abdus Shamad al-Palimbani , dan Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.
Jika Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Kota Mekkah, maka Abdul Wahab bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman Misri lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Mesir .
Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syaikh al-Islam, Imam al-Haramain Allimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi . Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya itu ke Kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum.
Di sinilah empat serangkai kemudian bertemu
Selama di Madinah, Empat Serangkai juga sempat belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani , seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah

Pulang dari Mekkah
Syekh Abdul Wahab pulang ke Kerajaan Banjar beriringan dengan kepulangan Syekh Muhammad Arsyad. Oleh Sultan, Syekh Abdul Wahab diangkat menjadi penasihat dan guru spiritual istana, Ia juga mengkader umat, dan ikut membantu membuka kawasan kosong bersama-sama dengan Syekh Muhammad Arsyad untuk dijadikan sentral pendidikan agama.
Syekh Abdul Wahab Bugis memiliki jasa, peranan, dan perjuangan yang besar terhadap perkembangan dakwah, terutama di Kerajaan Banjar (sekarang: Kota Banjarmasin ). Walaupun ia bukan orang Banjar, tetapi ilmu, amal, dan perjuangan hidupnya telah dibaktikan untuk kejayaan Islam di Tanah Banjar.

Peristiwa perkawinan
Saat Syaikh Arsyad masih berada di Makkah, dia mendengar kabar bahwa anaknya yang bernama Syarifah dari istrinya, Tuan Bajut , sudah beranjak dewasa. Oleh karena itu, dia mengawinkan anaknya tersebut dengan sahabatnya, Abdul Wahab Bugis.
Namun saat Syaikh Arsyad kembali ke Banjarmasin (saat itu masih Kerajaan Banjar ), ternyata Syarifah telah dikawinkan oleh Sultan dengan seseorang yang bernama Usman dan hubungan perkawinan ini telah melahirkan seorang anak, dalam hal ini Sultan bertindak sebagai wali hakim , karena wali (ayah)-nya dianggap uzur (karena belajar di Mekkah). Padahal dalam ketentuan fikih , kedua perkawinan ini dapat dianggap benar dan sah.
Untuk memutuskan permasalahan ini, Syaikh Arsyad menetapkan dengan melihat masa terjadinya akad pernikahan ; akad perkawinan yang lebih dulu dilakukan, itulah yang dimenangkan. Berdasarkan keahliannya dalam bidang ilmu falak dan berdasarkan penelitiannya terhadap kedua perkawinan tersebut, dengan mengaitkan perbedaan waktu antara Makkah dan Martapura, maka dia mendapati bahwa akad perkawinan yang terjadi di Makkah lebih dulu beberapa saat daripada perkawinan di Martapura. Berdasarkan penelitian ini, ikatan perkawinan antara Syarifah dan Usman dibatalkan, kemudian sahabatnya, Syaikh Abdul Wahab Bugis diresmikan sebagai suami Syarifah yang sah.
Hasil perkawinan Abdul Wahab dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad ini kemudian mendapatkan dua orang anak, masing-masing bernama:
Aisyah (tidak ada keturunan)
Fatimah (kawin dengan HM Said Bugis, memiliki 2 orang anak)
Abdul Gani (kawin dengan Saudah binti Muhammad As'ad) memiliki 2 anak, namun meninggal
Halimah (tidak ada keturunan)
Muhammad Yasin. (tidak ada keturunan)

Wafat
Tidak diketahui secara pasti kapan tahun meninggalnya, namun diperkirakan antara tahun 1782-1790M. Tahun ini didasarkan pada catatan tahun pertama kali kedatangannya dan tahun pemindahan makamnya. Semula ia dikuburkan di pemakaman Bumi Kencana Martapura, namun oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari - bersamaan dengan pemindahan makam Tuan Bidur, Tuan Bajut (isteri dari Syekh Muhammad Arsyad), dan Aisyah (anaknya Tuan Bajut), makamnya kemudian dipindahkan ke desa Karang Tangah (sekarang masuk wilayah Desa Tungkaran Kecamatan Martapura) pada tahun 1793M.

Syeikh Muhammad Semman Al Madani

MANAQIB SYEKH MUHAMMAD SEMMAN AL MADANI
Beliau adalah Tuan Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-samman al-Qadiri al-Hasani di lahir kan pada tahun 1132 H, di madinaturrasul dari keturunan Rasulullah yang mulia jalur Sayyidina Hasan Ra
(syahdan) ADALAH TA’BIAT sayyidi syekh samman RA, kasih sayang kepada orang yang thalibul ilmu dan kepada orang yang sholih ,dan kepada orang yang faqir dan miskin dan lagi pula suka berkhidmah kepada orang yang ziarah ke maQam Rasulullah dari pada orang yang ‘alim dan orang yang sholih dari pada orang awam dan khawwas
Adalah TABI’AT SAYYIDI SYEKH SAMMAN selagi kecil hingga pada had mursyid’nya : adalah beliau sangat memulia kan ke dua orang tua beliau ,lagi pula mengekal kan musyahadatuwujud dan muraqabah dan ‘ibadah hingga beliau meninggal kan dari pada adat dan melawani hawa nafsu beliau hingga dari pada yang halal sekali pun ,dan tiada lah beliau tidur kecuali sedikit jua ,dan apabila di beri bantal oleh orang tua beliau maka keluh kesah lah beliau seperti orang yang sakit,dan apabila sampai pada waktu syahur beliau bangun dan membaca ratib syahur lalu sembahyang subuh berjama’ah dengan orang banyak lalu membaca ratib subuh hingga terbit matahari , dan apabila terbit matahari maka bangkit lah beliau untuk sholat sunat isyraq dua raka’at, dan apabila naik matahari seperempat maka bangkit lah beliau untuk sholat dhuha ,dan lagi pula adalah beliau membanyak kan puasa sunnat dan riyadhah dan menjauh kan dari bersedap dari lezat nya dunia sampai dari pada yang halal sekali pun ,dan adalah hal ihwal ini adalah hal jeada’an beliau semasa kecil beliau yakni sebelum balig nya , pada masa itulah beliau di suruh orang tua nya masuk ke dalam shiwan(tempat makan) untuk di beri makan makanan ,mana kala selesai makan di lihat oleh orang tua nya tempat ia makan se’olah” tak di makan beliau ,dan pergi lah orang tuanya kepada guru mengaji al-qur’an semasa kecil nya untuk menghabar kan hal ihwal anak nya ,maka di jawab oleh guru nya jangan lah engkau takut akan anak mu itu , tidak syak lagi bahwa ia adalah aulia allah da tidak khilaf lagi antara ulama,dan adalah sayyidi syekh samman apabila melihat orang tua nya memakai pakayan yang indah” atau memakai pakaian yang di larang syara’ maka di kata kan kepada nya wahai orang tua ku tidak lah suka Tuhan kita kepada orang yang bersuka” di dalam dunia ini ,demikian lah hal ihwal masa kecil beliau
(syahdan)adalah sayyidi syekh samman al-madani selalu dalam zdikir siang dan malam dan suka ber’ujlah (bersunyi dari manusia)dan masuk khalwat ,dan melajim kan ziarah ke baqi’ yakni pekuburan para istri” Rasulullah ,di madinaturrasul ,
DAN ADALAH HAL IHWAL NYA SAYYIDI SYEKH SAMMAN AL-MADANI pada masa bidayah nya yakni masa awal permula’an dia menjalani akan jalan tasauf beliau berpakaian dengan pakaian yang indah” kemudian datang sayyidi syekh sayyid abdul qadir al-jailani membawa baju jubah putih padahal adalah sayyidi syekh samman dalam kamar khalwat beliau dan memakai lah akan baju jubah itu sampai sekarang,dan adalah beliau sa’at itu menyembunyikan ilmu dan amal beliau hingga datang hadhdharurrasul memerintah kan untuk menzahir kan nya ,maka zhahir lah lebih zhahir dari matahari di tengah hari,dan berdatangan lah orang” untuk mengambi bai’at thariqat kepada beliau
SETENGAH PERKATA’AN SAYYIDI SYEKH SAMMAN AL-MADANI:-barang siapa membaca ” allahummagfir li ummati sayyidina muhammad,allahummarham ummata sayyidina muhammad ,allahummastur ummata sayyidina muhammad ,allahummajbur ummata sayyidina muhammad ” 4 kali sesudah sholat subuh sebelum berkata kata urusan dunia hal nya dia istiqamah adalah dia menempati martabat fadilah qutub-barang siapa mengambil tariqat kepada ku dan mengamal kan nya niscaya pasti ia akan mendapat kan rasa majzub di dalam dunia (di ambil oleh Allah aqal nya yang basyari’ah diganti dengan aqal yang bersifat rabbaniyah) yakni diambil oleh allah akan rasa punya wujud dan sifat dan af’al di ganti dengan rasa ‘adam mahdhah adam semata” yakni tiada punya wujud ,sifat dan af’al melain kan hanya Allah SWT yang punya wujud haqiqi,minimal sa’at sakaratul maut’ nya-adalah perkata’an ku ini seperti perkata’an sayyidi syekh abdul qadir al-jailani “barang siapa yang menyeru akan aku ya samman 3 kali hal keada’an nya mendapat kesusahan ,niscaya datang aku menolongi nya
(syahdan)adalah karamah sayyidi syekh samman teramat banyaknya dan sebagian karamat sayyidi syekh samman yang di riwayat kan mufriin bin abdul mu’in dengan kata nya : ketika aku berlayar ke negri hijaz mana kala aku sampai di tepi laut ku lihat mega hitam pekat dan datang angin topan yang kencang hingga kapal ku hampir tenggelam maka aku sangat takut ,lalu aku berteriak sehabis” suara ” ya samman 3 kali ya mahdali” maka tiba tiba ada dua orang yang datang dan memegang kedua sisi kapal ku dan reda lah angin tupan itu serta sampai lah aku ke negri hijaz dengan selamat
(syahdan) adalah sesorang untuk dapat fadhilah satu karamat aulia Allah hendak lah ia yaqin bahwa orang itu benar” aulia allah dan tidak syak sekali kali dan jangan mungkir walau pun hal keada’an nya menyalahi syara’
khatim ” adalah sayyidi syekh samman wafat pada hari rabu 2 zulhijjah tahun 1189 H, dan di maqam kan di baqi’ berhampiran dengan kubur para istri” Rasulullah
ini suatu fa’idah barang siapa yang melazimkan membaca manaqib sayyidi syekh samman bersama orang banyak dan membaca qur’an serta bertahlil kemudian bersedekah semampu nya dan pahala nya di hadiyah kepada sayyidi syekh samman ,niscaya di mudah kan rezqi nya oleh Allah Subhana WaTaala

Sumber: https://mobile.facebook.com/Kisah.Para.DatudanUlama.Kalimantan/posts/877321465644854:0?_rdr

KH. Syafi'i Hadzami

Biografi Muallim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami Jakarta - "Suatu ketika ada seseorang yang datang kepada Syaikh Yasin bin Isa al-Fadani , seorang ulama besar, muhadits besar, seorang al-Musnid Dunya, yang memiliki guru lebih dari 700 orang dan karyanya yang lebih dari 100 kitab. Setelah orang tersebut berhasil bertemu dengan Syaikh Yasin, orang tersebut pun mengutarakan niatnya kepada Syaikh Yasin agar mau mengakuinya sebagai murid. Namun, apa jawaban dari Syaih Yasin sungguh mengejutkannya. Syaikh Yasin menolak permintaan tersebut. Namun bukan berarti penolakan itu sebagai bentuk ketidaksukaan Syaikh Yasin kepada orang tersebut namun sebaliknya, Syaikh Yasin menolaknya karena menganggap orang tersebut tidak pantas sebagai muridnya, melainkan lebih pantas menjadi gurunya. Sebab orang itu di mata Syaikh Yasin merupakan ulama besar yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuan dan kealimannya. Bahkan kealimannya sudah sangat dikenal di kota suci Makkah al-Mukaramah. Lalu, Siapakah orang yang dimaksud tersebut ? Jawabannya tiada lain adalah Muallim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami.
Biografi Muallim KH. Syafi'i Hadzami
KH. Syafi'i Hadzami dilahirkan pada tanggal 31 Januari tahun 1931 masehi atau bertepatan dengan tanggal 12 Ramadhan tahun 1349 Hijriyah, di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat. Ayahnya bernama Muhammad Saleh Raidi dan Ibunya Bernama Ibu Mini. KH. Syafi'i lahir dengan nama lengkap Muhammad Syafi'i Hadzami. Sedangkan ayahnya sendiri merupakan betawi asli dan seorang karyawan di perusahan minyak asing di Sumatera Selatan, sedangkan ibunya merupakan seorang wanita kelahiran Citeureup Bogor, Jawa Barat.
Sekitar 2 tahun sejak kelahiran Syafi'i, sang Ayah, Saleh Raidi, memutuskan untuk pulang ke Jakarta dan tidak pernah kembali lagi menjadi karyawan perusahaan asing. Ia pun memilih beralih profesi menjadi seorang penarik bendi atau penarik dokar/andong.
Sekitar tahun 1933 masehi, Syafi'i dititipkan kepada kakeknya yang bernama kakek Husein yang bertempat tinggal di Batutulis XIII, Pecenongan. Di sana Syafi'i kecil mendapatkan didikan secara ketat dalam untuk memperdalam ilmu keislaman. Di sana ia belajar ngaji, membaca, dan shalat berjamaah senantiasa dilakukannya secara istiqamh.
Syafi'i kecil juga belajar mengaji kepada teman-teman kakeknya, antara lain kepada Kyai Abdul fatah dan Kyai Sholihin yang kebetulan waktu itu juga merupakan pengajar di mushalla tempat kakeknya mengajar ngaji. Mushala ini bernama Mushala Raudhatush Shalihin.
Walau disibukkan dengan thalabul 'ilmi, Syafi'i juga sangat gemar dengan hobinya. Diantara hobinya yaitu mengoleksi batu cincin, memelihara ayam pelung dan burung. Hobi mengoleksi batu cincin sendiri berawal dari gurunya yang bernama Kyai Mahmud Romli sewaktu ia thalabul 'ilmi di sana.
Syafi'i belajar mengaji kepada kakeknya hingga sekitar tahun 1944, bertepatan dengan tahun wafat sang kakek tercinta. Setelah itu ia melanjutkan thalabul ilminya ke Sekolah Dasar Hollandche Engels Instituut yang disingkat dengan singkatan HEI. Sekolah ini terletak dijalan Ketapang. Ia masuk sekolah ini pada sekitar tahun 1936 masehi.
Pada sekitar tahun 1940 masehi, Syafi'i berhasil mengkhatamkan al-Quran dan telah mulai menjadi seorang pengajar dengan membantu mengajari teman-teman sebaya atau di bawahnya. Walau begitu ia tidak berhenti untuk thalabul ilmi. Di sela-sela itu ia tetap ngaji kepada Kyai Shalihin. Selain belajar al-Quran, Syafi'i juga belajar beberapa ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, dan ilmu lainnya kepada Kyai Shalihin.
Pada tahun 1942 masehi, Syafi'i berhasil lulus dari HEI, dan ia kemudian melanjutkan thalabul ilminya dengan mengikuti kursus stenografi dan pembukuan.
Setelah beranjak dewasa, Syafi'i memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis cantik bernama Nonon yang dikemudian hari dikenal dengan nama Hajjah Siti Khiyar. Pernikahan Syafi'i dengan Siti Khiyar ini berlangsung pada tahun 1948 masehi. Pada saat itu, ia sudah bertempat tinggal di Kemayoran.
Walaupun sudah menikah, namun Syafi'i tetap haus akan ilmu dan tetap meneruskan jihadnya dalam thalabul ilmi. Kali ini ia belajar kepada Guru Sa'idan yang bertempat tinggal di daerah Kemayoran. Kepada Guru Sa'idan, Syafi'i belajar beberapa ilmu seperti ilmu nahwu, ilmu tajwid, dan lain sebagainya. Beberapa kitab yang dipelajarinya selama bersama Guru Sa'idan adalah kitab Mulhatul I'rab, Ats-Tsimarul Yaniah yang merupakan syarah atas kitab Ar-Riyadhul Badi'ah, dan kitab-kitab keislaman lainnya.
Atas petunjuk dan restu dari Guru Sa'idan, Syafi'i juga belajar kepada ulama lainnya. Salah satunya kepada Guru Ya'kub Sa'idi yang bertempat tinggal di Kebon Sirih. Di bawah bimbingan Guru Ya'kub, Syafi'i belajar beberapa kitab penting seperti Darwisy Quwaysini, Idhahul Mubham, dan lain sebagainya. Karena kecerdasan dan ketinggian ilmunya, maka Syafi'i dikenal dan dipanggil dengan sebutan Mu'allim Syafi'i.
Mu'allim Syafi'i belajar pada Guru Sa'dan selama kurang lebih lima tahun, yaitu dari tahun 1948 masehi sampai dengan 1953 masehi. Sedangkan kepada Guru Ya'kub, Syafi'i belajar selama kurang lebih lima tahun juga, smulai dari tahun 1950 masehi sampai dengan tahun 1955 masehi.
Setelah menimba ilmu dari Guru Ya'kub, Muallim Syafi'i kembali melanjutkan jihadnya dengan thalabul 'ilmi kepada KH. Mahmud Romli atau dikenal dengan Guru Mahmud. Di bawah bimbingannya, Mu'allim Syafi'i belajar beberapa kitab seperti Bujairami dalam ilmu Fiqih, Ihya' Ulumiddin dalam ilmu tasawuf, dan beberapa kitab penting lainnya. Beliau belajar di sana hingga wafatnya sang guru pada tahun 1959 masehi.
Pada tahun 1951 masehi, Mu'allim Syafi'i dikaruniai putra pertama yang kemudian diberi nama Ahmad Chudlori. Di kemudian hari putra pertamanya ini menjabat sebagai anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Pada sekitar tahun 1953, Mu'allim Syafi'i berguru kepada KH. Mukhtar Muhammad yang bertempat tinggal di bilangan Kebon Sirih. Perlu diketahui bahwasanya Guru Mukhtar tak lain dan tak bukan merupakan guru sekaligus mertuanya sendiri. beliau thalabul 'ilmi kepada Guru Mukhtar selama kurang lebih lima tahun hingga tahun 1958.
Pada sekitar tahun 1956 masehi, Mu'allim Syafi'i memulai pekerjaannya sebagai pegawai negeri di RRI. Di sela-sela tugasnya itu, pada sekitar tahun 1958 masehi, ia mulai thalabul 'ilmi kepada
Maulana al-Habib Ali bin Husain al-Aththas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur. Beliau berada di bawah didikan Habib Ali Bungur sampai tahun 1976, tepat di tahun wafatnya Habib Ali sendiri.
Selama berguru kepada Habib Ali Bungur, Mu'allim Syafi'i berhasil memperdalam beberapa kitab penting. Dan biasanya sebelum pergi kerja di RRI ia terlebih dahulu ke kediaman Habib Ali Bungur untuk membaca kitab dan belajar ilmu agama di hadapan beliau.
Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami merupakan salah satu dari sekian banyak murid Habib Ali Bungur yang menonjol.Adapun Murid dari Habib Ali Bungur Yang amat menonjol lainnya adalah Al-Muhadits Maulana Al-Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bilfaqih Malang, Jawa Timur , yang dikenal sebagai salah seorang muhadits nusantara terbesar di masanya.
Menjadi Ulama Dan Pendakwah
Hasil jerih payah Mu'Allim Syafi'i Hadzami dalam menuntut ilmu telah mengantarkan beliau menjadi sosok ulama besar yang disegani dan dipanuti umat islam di berbagai daerah. Di mata umat, beliau merupakan sosok yang sangat sederhana, namun memiliki beberapa kelebihan, yaitu terkait dengan ketelitian, ketekunan, kesabaran, dan kecerdasan khususnya dalam daya ingatnya yang sangat kuat.
Selama menjalankan dakwahnya, Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i berhasil menjadi pengasuh puluhan majelis Ta'lim di daerah Jakarta dan juga sekitarnya hingga ke Tangerang. Berikut ini merupakan daftar Majelis Ta'lim yang berada di bawah asuhan Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami, yaitu:
1. Majelis Ta'lim 'Isyatur Rodhiyyah Johar Baru, Jakarta Pusat
2. Majelis Ta'lim Al-Falah Kemayoran, Jakarta Pusat
3. Majelis Ta'lim Al-Ma'ruf Grogol
4. Majelis Ta'lim Al-Muhsinin Kemayoran Jakarta Pusat
5. Majelis Ta'lim Al-Manshuriyyah Jembatan Lima
6. Majelis Ta'lim Khoirul Biqo Jakarta Pusat
7. Majelis Ta'lim An-Nidzomiyyah Cipulir
8. Majelis Ta'lim Himmatul Masakin Kebayoran Baru
9. Majelis Ta'lim Ad-Dirosatul 'Ulya Lit Tafaqquh Fiddin, Kp. Dukuh, Kebayoran Lama
10. Majelis Ta'lim As-Suruur Kebon Jeruk
11. Majelis Ta'lim Al-Asyirotusy Syafi'iyya Kp. Dukuh, Kebayoran Lama
12. Majelis Ta'lim Al-Mabrur Tanah Tinggi, Jakarta Pusat
13. Majelis Ta'lim Az-Zawiyah Kediaman Mu'allim Syafi'i Hadzami sendiri
14. Majelis At-Tabi'in Senen Jakarta Pusat
15. Majelis Ta'lim Al-Hidayah Kemanggisan
16. Majelis Ta'lim Al-Mubarak Condet
17. Majelis Ta'lim Riyadhul Jannah Pd. Bambu, Jakarta Timur
18. Majelis Ta'lim As-Sa'adah Simprug
19. Majelis Ta'lim Sholatihah Kemayoran
20. Majelis Ta'lim Yayasan At-Taqwa Jakarta Pusat
21. Majelis Ta'lim Al-Istiqamah Cempaka Baru
22. Majelis Ta'lim Ni'matul Ittihad Pondok Pinang, Ciputat Raya
23. Majelis Ta'lim Al-Awwabin Jalan Spoor Dalam
24. Majelis Ta'lim At-Taqwa Kemayoran
25. Majelis Ta'lim Al-Barokah Kepu Dalam
26. Majelis Ta'lim Baitul Muta'ali Cipadu, Tangerang
27. Majelis Ta'lim Al-Himmatul 'Aliyah Cempaka Putih Jakarta Pusat
Karya-Karya Ilmiah Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami
KH. Syafi'i Hadzami bisa dikatakan merupakan sedikit di antara ulama yang produktif membuahkan karyanya dalam bentuk kitab-kitab. Beliau bisa dikatakan kutu buku, kutu ilmu, dan kutu tulis yang artinya penulis yang sangat produktif. Sebagai contoh, pada sekitar tahun 1960 masehi, beliau menyelesaikan kitab karangannya yang berjudul Al-Hujajul Bayyinah (argumentasi-argumentasi yang jelas). Kitab tersebut kemudian dibawa ke hadapan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) dan setelah melihat isinya, Habib Ali Kwitang memberikan rekomendasi dalam bahasa Arab dan juga memberikan sebuah tasbih, al-Quran, serta uang sebesar Rp. 5000,00 yang di masa itu merupakan uang yang lumayan besar jumlahnya.
Pada umumnya, kitab-kitab karya KH. Syafi'i Hadzami berupa risalah-risalah sederhana berbahasa indonesia yang ditulis menggunakan tulisan arab atau arab pegon, kecuali kitab Taudhihul Adilah. Walaupun terkesan sederhana, namun jangan salah, tulisan beliau sangat enak dibaca, bahasanya tidak berbelit-belit, dan memuat materi-materi penting yang dibutuhkan tidak hanya bagi masyarakat awam namun juga bagi para ulama yang telah sangat mendalam ilmunya. Dengan kata lain, karya-karya beliau sangat cocok untuk semua kalangan.
Berikut ini diantara sebagian kecil karya-karya Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami yang sangat banyak tersebut, yaitu:
1. Kitab Mathmah Ar-Ruba Fi Ma'rifah Ar-Riba. Kitab ini mengulas secara mendalam tentang berbagai hal terkait dengan riba. Misalnya mengenai hukum dari riba itu sendiri, benda-benda ribawi, jenis-jenis riba, dan lain sebagainya. Kitab ini selesai ditulis pada tanggal 7 Muharram 1397 Hijriyah yang bertepatan dengan tahun 1976 Masehi.
2. Kitab 'Ujalah Fidyah Shalat. Kitab ini secara khusus membahas perihal khilaf tentang pembayaran fidyah untuk muslim yang telah meninggal dunia yang di masa hidupnya pernah meninggalkan shalat fardhu. Kitab ini selesai ditulias pada sekitar tahun 1977 masehi.
3. Kitab Shalat Tarawih. Kitab ini memuat penjelasan seputar shalat tarawih, dalil-dalilnya, pengertiannya, dan tentang ikhtilaf atau perbedaan pendapat seputar jumlah rakaatnya, cara pelaksanaannya dan beberapa penjelasan terkait lainnya.
4. Kitab Qabliyyah Jumat. kitab ini memuat ppenjelasan seputar kesunnatan shalat sunnah qabliyah jumat dan yang terkait dengannya.
5. Kitab Qiyas adalah Hujjah Syar'iyyah. Kitab ini berisi penjelasan seputar qiyas yang merupakan salah satu hujjah-hujjah syar'iah dan dipergunakan dalam penggunaannya. Untuk menjelaskannya, beliau menggunakan daliil dari berbagai sumber, baik dari Al-Quran, hadits, dan ijma' ulama yang tentu saja menambah mutu dan kualitas dari hujjah tersebut. Kitab ini selesai ditulis pada tanggal 13 shafar tahun 1389 hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1969 Masehi.
6. Kitab Taudhihul Adillah yang artinya Penjelasan dalil-dalil
7. Kitab Sullamul 'Arsy Fi Qiraat Warsy. Kitab ini memiliki tebal 40 halaman dan berisi berbagai kaidah khusus cara membaca al-Quran menurut Syikh Warasy dan terdiri dari satu muqadimah, sepuluh pokok pembahasan atan mathab, dan satu khatimah atau penutup.
8. Dan kitab-kitab lainnya.
Wafatnya Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Demikian pula dengan KH. Syafi'i Hadzmi juga pada akhirnya harus merasakan maut, karena itu satu-satunya jalan untuk bisa bertemu dengan Allah ta'ala. Mengenai kewafatan beliau, diceritakan bahwasanya beliau wafat pada hari Ahad, tanggal 7 Mei tahun 2006 masehi, selepas beliau mengajar di masjid Pondok Indah karena mengeluh sakit pada jantungnya. Beliau kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pertamina dan akhirnya meninggal di sana dengan Husnul Khatimah.
Banyak dari murid beliau tidak percaya dengan kabar duka tersebut. Namun apa mau dikata, memang demikianlah adanya dan itu merupakan takdir dari Allah ta'ala yang tidak dapat dirubah barang sedetikpun. Akhirnya, umat pun berbondong-bondong berta'ziyah ke kediaman beliau untuk mensholati, mendoakan dan memberikan penghormatan terakhir serta mengantar beliau ke "rumah" selanjutnya. Tentu saja kebergian beliau ini merupakan sebuah kehilangan yang amat besar dan merupakan duka bagi seluruh alam. Mautul 'Alim mautul Alam, matinya seorang alim ulama merupakan tanda bagi matinya alam. Cahaya yang menyinari alam kian meredup dengan wafatnya seorang ulama. Sebab ulama adalah sinar yang menerangi dan apabila sinar itu hilang, maka untuk memunculkaan sinar baru bukanlah perkara yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan.
Murid-Murid Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami
Selama hidupnya KH. Syafi'i telah berhasil mencetak ribuan santri dan anak didik yang di kemdian hari menjadi orang yang memiliki ilmu agama mumpuni dan menjadi pelanjut estafet dakwah beliau. dari sekian banyak murid beliau yang dapat disebutkan di sini diantaranya yaitu:
1. KH. M.S. Zawawi
2. H. Muhammad Erwin Indrawan yang merupakan murid sekaligus anak angkat beliau
3. KH. Sabilar Rasyad
4. H.A. Sukmadibrata
5. Ustadz. H. M. Ali Samman
6. dan lain sebagainya
Lima orang yang disebutkan di atas merupakan murid terdekat dari KH. Syafi'i Hadzami dan merupakan para ulama yang melanjutkan estafet perjuangan dakwah beliau.
Pandangan Mu'allim KH. Muhammad Syafi'i Hadzami Tentang Pembaharuan
KH. Syafi'i Hadzami termasuk ulama yang sangat luwes dalam menyikapi pembharuan khususnya ketika pembaharuan tersebut terkait erat dengan agama. Beliau secara tegas meyakini bahwasanya agama bagaimanapun juga memerlukan pembaharuan. Namun di sisi lain juga diperlukan filter yang bagus dan pertimbangan yang matang, apakah pembaharuan tersebut sejalan dengan nafas islam dan memiliki konrtibusi positif bagi umat ataukah sebaliknya. Dengan kata lain, pembaharuan dalam agama bukanlah sesuatu yang harus dijauhi namun sangat dibutuhkan dengan berbagai acuan dan pedoman-pedoman khusus. Pandangan ini sepertinya didasarkan pada konsep mujaddid dalam islam itu sendiri. yang dapat dimaknai sebagai orang-orang yang memperbaharui pandangan-pandangan agama. Dengan kata lain, yang diperbaharui bukanlah agama dalam bentuknya yang dasar dan pokok itu namun pandangannya itu sendiri. Ibarat mata yang sudah tidak bisa memandang dengan jelas, bila memakai kacamata, apa yang dipandang akan menjadi lebih jelas. Padahal, objek pandangannya sama saja. Jadi, bukan objeknya yang dirubah, melainkan alat untuk memandangnya yang perlu diperbaharui. Itulah tugas seoarang mujaddid.
Demikianlah sedikit ulasan mengenai biografi Mu'allim KH. Syafi'i Hadzami. Semoga bisa memberikan kontribusi manfaat.
Sumber: http://www.majeliswalisongo.com/2015/12/biografi-muallim-kh-muhammad-syafii-hadzami-jakarta.html?m=1

Habib Hasan bin Ahmad Baharun Bangil



Habib Hasan bin Ahmad Baharun Bangil
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBhauYm43w6V2bJDKfxKORp7lyE6J2ju_sm5oNjRsnEm-78taGqGGEJWmtTFOvOrwDddV9pwm1wiAU6ymHqqxQEMLY_nrJjpG3xMOhJ0i6tNJDiRGsZcuBvlmRpwZtEQpCEanjqe_CpRG2/s1600/Copy+(2)+of+Copy+of+Abuya+Hasan.jpg
“Ustadz Hasan adalah orang pertama yang membuka kembali hubungan antara Yaman dan Indonesia setelah terputus puluhan tahun lamanya  dan beliau yang mulai mengirimkan santrinya untuk belajar di Yaman sehingga semua pahala orang yang belajar keYaman akan kembali pahalanya kepada Al-Alim Al-Allamah Adda’i Ilallah Al-Ustadz Hasan Baharun.”

Demikian penuturan Habib Umar Bin hafidz di depan para santri dan ulama dalam ziarohnya di Pondok Raci 2 tahun setelah wafatnya Habib Hasan Baharun.
Al Habib Hasan Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934 dan merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Al Habib Ahmad bin Husein dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari beliau adalah  Al Habib Hasan Bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar Bin Baharun. Sejak kecil kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang tua beliau sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat yang terpuji.

Sejarah Pendidikan Ust. Hasan Baharun
Pendidikan agama selain diperoleh dari bimbingan kedua orang tuanya ia dapatkan dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep dan dari kakeknya yang dikenal sebagai ulama besar dan disegani di Kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy. Setelah kakeknya meninggal dunia beliau menimba ilmu agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ust. Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ust. Umar bin Ahmad Bachabazy. Semangat belajar Ust. Hasan Baharun sejak kecil memang dikenal rajin dan ulet, bahkan apabila bulan Ramadhan tiba beliau belajar semalam suntuk, mulai sehabis tadarrus sampai menjelang shubuh. Beliau belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama khususnya ilmu  fiqih serta menjadi murid kesayangan Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya.
Disamping pendidikan agama beliau juga menuntut pendidikan ilmu umum mulai dari Sekolah Rakyat (SR / setingkat SD), Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun dan  hanya sampai di kelas 4 karena pindah dan melanjutkan ke SMEA di Surabaya.

Masa Remaja dan Pengalaman Organisasi Ust. Hasan Baharun

Semasa remaja beliau senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan beliau pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Dan pernah menjabat Ketua Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Dan di Pasuruan menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayat beliau.

Perjalanan dan Konsep Dakwah Ust. Hasan Baharun

Setelah menamatkan sekolah beliau sering mengikuti ayahnya ke Masalembu untuk berda’wah sambil membawa barang dagangan. Keluarga Ustadz Hasan pada saat itu dikenal ramah dan ringan tangan, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya disuruh membayar semampunya bahkan dibebaskan. Sifat-sifat inilah yang diwarisi beliau yang dikenal apabila berdagang tidak pernah membawa untung karena senantiasa membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayarnya.

Dan pada waktu berkeliling menjajakan dagangan beliau dikenal suka  membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi dimasyarakat serta senantiasa berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.

Pada tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak berda’wah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan . Dengan penuh kearifan dan bijaksana dikenalkannya dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya.

Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dajhulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setepat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.

Pada waktu melakukan dakwah beliau senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara. Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT., sedangklan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.

Berdagang yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya.

Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga aabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama.

Selain berdakwah beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan.

Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran apabila beliau tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari ibundanya, beliau pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun karena kegigihan beliau selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur.

Pada tahun 1972 beliau mengajar di Pondok Pesantren Gondanglegi Malang mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok Gondanglegi pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.

Sejarah Pendirian Pondok dan Perkembangannya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidrX2uD26e_u_izmWutg8XaZA9iV4hdk7sziOketrhpIAdMcw6kVDfoF_Y0uUq6iQ9eApm0vA54BWsIstJcJjZAE8jFU5C-jFjP7E9WtGWmuSOjhh20UMXy2lbksBwdFyUuQ0_wOClSByF/s1600/FB_IMG_1419979617784.jpgMa’had ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Ust. Hasan Baharunn mengasuh dan mendidik para santrinya, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.

Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 lokal pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.
Atas petunjuk Musyrif Ma’had Darullughah Wadda’wah Abuya Sy. Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, pada tahun 1985 Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah dipindah ke Desa Raci.

Kesuksesan Ust. Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah tidak lepas dari peran besar  dari seorang wanita sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, beliau adalah Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta  yang senantiasa dengan penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan serta senantiasa memberikan semangat bagi sang suami.

Bahkan jiwa besar dan perjuangannya ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.

Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau berpulang ke rahmatullah, kemudianestafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putra beliau Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun.

Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Wadda’wah yang berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang ditempati 334 santri putra untuk tingkat i’dadiyah dan kelas I dan II ibtida’iyah.

Metode Pengkaderan dan Pendidikan Putra-putra Beliau


Dalam mendidik putra-putranya beliau sangat disiplin dan memperlakukan putra-putranya  seperti santri-
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiG3HtOPA4ylEvON1z-mN1kADyyjRDAcSh68tcFqcsPsP-GaQYLu_TyxdIFg4uOq_TU5dOD6StyC-SYoEyCmgh7G9wig4c6k3PoEbSBmSczLEbpSAweGKZcxeuO_urEPnLW4eqHXcUKXG_Q/s1600/IMG_20560286612929.jpegsantri pada umumnya. Putra-putra beliau  disuruh tinggal di asrma/kamar santri,  peraturan yang berlaku untuk santri juga diberlakukan untuk putra-putra beliau, seperti piket menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi dan lain sebagainya. Dan apabila ketahuan ada santri memberi hadiah – uang atau membantu / menggantikan piketnya maka putra beliau dan santri yang membantu tersebut akan diberikan sanksi. Apabila putra beliau melanggar peraturan pondok akan menerima sanksi 2 kali lipat. Sehingga dengan kedisiplinan, kesederhanaan serta kemandirian yang ditanamkan oleh beliau  alhamdulillah putra-putra beliau berhasil mengikuti jejak beliau menjadi ahli ilmu dan terjun di dunia pendidikan dan dakwah. Bahkan untuk mengikat dan memberikan motivasi, beliau mengatakan kepada putra-putranya bahwa mereka tidak berhak menggunakan fasilitas pondok apabila tidakturut serta membantu pondok.

Pemikiran dan Konsep konsep Pendidikan Ust. Hasan Baharun

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiX1QqQBc-VyZ_3HE32Mo-Xqjkiz7OhOtXyjBbEXcA5L3VZl_UAhZikREsDmKf-BVK_2KWDUbXOWeN7OJiSseymuwK8sMi8HGVOhl9OBi3CgO-7JenhpWe-YqMZeKqkcWr1TGFsyJYv8HhQ/s1600/Habib+Hasan+Bin+Ahmad+Baharun+.jpg
Habib Hasan bersama Guru Zaini (sekumpul)

Secara singkat akan kami uraikan beberapa pemikiran dan konsep-konsep pendidikan  yang dapat kami tangkap dari ungkapan dan ide-ide  serta realitas yang beliau jalankan dalam mengelola lembaga pendidikan dan pondok pesantren antara lain.
- Apabila seorang kyai sudah mendirikan pondok maka dia harus rela meninggalkan semua aktifitas dan hobinya yang ada diluar  pondok  yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam membina santrinya. Beliau mengibaratkan seorang pengasuh pondok pesantren sebagai induk ayam yang sedang mengerami telur, maka apabila sering meninggalkan sarangnya kemungkinan besar telur tesebut tidak jadi menetas, dan telur tersebut akan busuk.
- Untuk mendirikan pondok pesantren harus dijiwai dengan ikhlas dan guru-guru yang akan mengajar harus diseleksi tingkat keikhlasannya, sehingga tidak akan menularkan kepada santrinya ilmu yang tidak ikhlas dan seterusnya. “Dan apabila diniati dengan hati yang ikhlas maka pondok pesantren tidak usah khawatir akan datangnya murid sebab Allah akan memproklamasikan/ mengumumkan kepada para malaikat untuk menanamkan kemantapan pada kaum muslimin.” Begitu jawaban Ust Hasan ketika ditanya sistem promosi apa yang dipakai pondok sehingga sangat cepat perkembangan santrinya dan berasal dari berbagai propinsi bahkan dari beberapa negara tetangga.
- Sasaran yang diutamakan dan mendapat perhatian khusus dari beliau adalah :


  • -Putra para kyai dan para habaib khususnya yang memmpunyai pondok pesantren dan majlis ta’lim, hal ini dilakukan karena mereka sudah jelas ditunggu oleh ummat dan sebagai proses pengkaderan agar mereka bisa menjadi penerus orang tua mereka memimpin pondok pesantren. -
  • Putra-putra daerah yang disana jarang ada ulama/kyai/ustadz, sehingga diharapkan nanti bisa pulang kembali untuk berdakwah menyebarkan Islam dan merintis lembaga pendidikan/majlis ta’lim.
  • Putra aghniya, yang dengan masuknya putra mereka di pondok dengan beberapa pertimbangan diantaranya diharapkan perhatiannya  terhadap Islam/pondok pesantren lebih besar dan sebagai wasilah masuknya dakwah kepada orang tua mereka, menyelamatkan harta mereka serta sebagai bentuk subsidi silang terhadap santri yang tidak mampu.
  • Putra-putri dari  orang-orang yang pernah berjasa dalam perintisan pondok .

Hubungan Ust. Hasan Baharun dengan Ulama

Abuya Ust Hasan  Baharun  dikenal sangat supel dan luwes dalam menjalin hubungan dengan  semua kalangan. Beliau mampu menjalin hubungan dan memelihara hubungan tersebut dengan baik  hal ini terlihat bahwa beliau mampu melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam perjuangan dan dakwah Islam serta mengajak mereka berpartisipasi  dalam perintisan dan pembangunan pondok pesantren, baik itu tokoh masyarakat dari kalangan NU maupun tokoh-tokoh Muhammadiyah.

Dan di Pasuruan beliau secara aklamasi di tunjuk sebagai ketua MUI walaupun beliau memberikan syarat kalau pertemuan MUI harus di Pondok Darullughah Wdda’wah, hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Ust. dikalangan para Ulama Pasuruan. Hal ini sangat wajar karena beliau juga selain hubungan pribadi juga beliau meluangkan waktunya untuk membantu mengajar bahasa Arab di berbagai pondok besar mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah. Adapun hubungan beliau dengan ulama-ulama  luar negeri,  terutama dengan ulama besar Timur Tengah sekilas dapat kami unkapkan sebagai berikut:

Hubungan Abuya Ust. Hasan Baharun dengan Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki bermula sejak beliau ditunjuk untuk menjadi penerjemah ceramah dalam kunjungan dan silaturrahmi Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Abuya Sayyid Muhammad sangat tertarik dengan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzxlgp44JANS4v1QIc5Ar4Xj7zuh4aJTzFajRWt2CJlZNzkpLmVz2WI6kUwDS_LEfrXSgdqSGPmrTV-KnB9eIY0x6JtK6ePlCZNFWD6u7KbhJFZiEkHZTGB_ZMoQuxfNCrME-QV8A94BR2/s1600/4.jpg kemampuan Bahasa Arab dan Kepribadian Ust. Hasan Baharun sehingga setiap kunjungan ke Jawa Timur beliau menjadi langganan sebagai penerjemahnya. Bahkan Abuya Ust. Hasan dipercaya untuk mengajar Bahasa Arab istri Abuya Sayyid Muhammad sebelum diajak ke Makkah Al-Mukarromah. Dengan pandangan hati Abuya memerintah Ust. Hasan untuk membuka pondok pesantren serta setelah perkembangan pondok cukup pesat  beliau pula yang menyuruh agar pondok yang asalnya mengontrak rumah di Bangil agar pindah ke lokasi di Desa Raci Kecamatan Bangil (lokasi pondok sekarang) dan memberi dana pertama untuk membangun pondok Raci.

Selanjutnya  Abuya Ust Hasan sering ke Mekkah berziarah ke kediaman beliau dan sekaligus untuk mencari dana. Sambutan yang luar biasa diberikan oleh Sayyid Muhammad dan beliau sendiri yang menulis surat kepada para  aghniya/memberikan memo  agar membantu pembangunan pondok Dalwa.
Menurut penuturan Abuya Ust. Hasan Baharun bahwa apabila beliau ke Makkah beliau memperlakukan dirinya sebagai santri Abuya Sayyid Muhammad dan mengakui bahwa Sayyid Muhammad adalah guru beliau di samping Al-Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Assegaff.  Walaupun demikian Abuya Sayyid Muhammad memberikan penghormatan kepada Ust. Hasan sebagai ulama bahkan beliau diberi ruang khusus serta dilengkapi dengan telepon untuk memudahkan urusan.

Dan untuk mempererat hubungan yang telah terjalin Abuya Ust Hasan mengirim putranya Al-Habib Zain Bin Hasan Baharun dan beberapa santri Dalwa untuk belajar pada Abuya Sayyid Muhammad serta beberapa Alumni Sayyid Muhammad yang di Jawa Timur oleh Ust Hasan diminta untuk mengajar di Ma’had Dalwa seperti Ust. Ihya Ulumuddin, Ust Ahmad Bin Husin Assegaff, Ust. Abdul Hadi Surabaya, Ust. Sholeh Al-Idrus, Ust Muhammad Al-Haddad, Ust. Abdullah Mulahelah (Malang),  Ust. Hilmi, Ust. Amir Syarifudin, Ust. Abdullah Umar, dan lain sebagainya. Demikian pula Abuya Sayyid Muhammad mempunyai perhatian yang besar terhadap ma’had Dalwa selain para santrinya yang berasal dari kawasan Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Malang Sidoarjo, Surabaya dan Gresik) dianjurkan untuk mengajar di Ma’had Dalwa, beliau juga senantiasa memberikan bantuan dan mengawasi perkembangannya.

Baca : Biografi Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Al Hasani
• Hubungan dengan  Ulama Hadromaut

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJlxQieitwVz_Wfiad_yrWFlA-d6LZbxg_0OI8HMv6bpCtPmi6sM2DBhtkCcGR3GGNX5dtAgPwRm-EOrx5oa21xd2KP21xDDuPyHj9nX5xFJkxqnM74DJ5BiXFGb2Hq9FKC7NPi4t1SGrN/s1600/IMG_148021735857283.jpeg
Hubungan Ustadz Hasan Baharun dengan ulama Hadromaut  bermula ketika beliau berziarah ke Hadromaut dan bertemu dengan para ulama disana. Melihat tradisi salaf dan keilmuan yang ada di Hadramaut maka beliau tertarik untuk mengirimkan santri-santrinya ke beberapa ribath (pondok) yang dipimpin para masyayikh di sana. Sehingga hubungan antara Ust. Hasan dengan para ulama Hadramaut Yaman semakin baik sampai kewafatan beliau bahkan diteruskan oleh penerusnya (Ust. Zain Hasan Baharun) sampai sekarang.



Hubungan dengan Para Pejabat / Pemerintah

Hubungan Ust. Hasan dengan para pejabat dilatar belakangi karena urusan lembaga pendidikan, sebab sebuah lembaga tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan instansi dan pihak lain terutama dengan instansi pemerintah. Oleh karena itu beliau menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam kerangka kepentingan pondok dan kepentingan dakwah serta perjuangan bukan termotivasi atas kepentingan pribadi.

Beliau mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat, berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga beliau tetap mulia walaupun ada tudingan miring yang diarahkan kepada beliau namun beliau dapat menunjukkan kedekatan dengan para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di pesantren, dan ada pemisahan antara putra-dan putri, serta acara di pendopo tidak akan dimulai kecuali beliau sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa “Bupati Pasuruan adalah Bupatinya Ust. Hasan”.

Sebuah contoh keberhasilan dakwah beliau di kalangan pejabat adalah mereka senantiasa berkonsultasi dan minta pendapat beliau apabila ada permasalahan di masyarakat. Dan juga beliau mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek se-Kabupaten Pasuruan.

Beliau dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan orde baru, namun Al-hamdulillah beliau mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.

Hubungan dengan Masyarakat Umum

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLLFyVcohtgEwbStzFbVPbh2SAURvp9VLXYup2A9WiKZK0WA8yD-GkO5cB8XPC9mvTxQ7LhsexF7KizMpxkTLCmxlJqPXa4WLRXlMh0W9AqU7rs-pNlfV7rHZuo_pq26hSwcWX_tbDYjJO/s1600/slide-2014-11-17-abuya-hasan-bersama-dewan-guru.jpg
Disela-sela kesibukan yang sangat padat Ust.. Hasan Baharun sangat perhatian dengan masyarakat umum, terutama tokoh-tokoh masyarakat, apabila ada waktu beliau senantiasa menyempatkan diri bersilaturrahmi walaupun hanya sebentar  dan beliau siap menerima segala keluhan masyarakat selama dua puluh empat jam bahkan seluruh lapisan masyarakat sangat mudah menemui beliau di kantor pondok karena sepanjang hari mulai pukul 02.00 malam sampai pukul 10 malam berada dikantor untuk melayani kepentingan santri, wali murid dan masyarakat umum.

Hal ini terbukti setiap hari dan setiap saat banyak masyarakat yang datang bersilaturrrahmi mulai yang datang untuk bertanya masalah hukum agama, minta barokah do’a, minta bantuan biaya sekolah, bantuan pembangunan masjid dan lembaga pendidikan dan sosial, minta biaya pengobatan bahkan ada beberapa yang secara rutin disuruh datang untuk mengambil jatah kebutuhan yang ditanggung oleh beliau.

Perhatian Ust. Hasan Baharun terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab

Ust. Hasan Baharun mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan pengembangan Bahasa Arab. Selain Beliau banyak mengarang kita-kitab yang berhubungan dengan Bahasa Arab seperti Kamus Bahasa Dunia Al ‘Ashriyyah, Muhawarah Jilid I dan II, Qawa’idul I’rab, Kalimatul Asma’ Al Yaumiyyah dan Kalimatul Af’al Al Yaumiyyah, 40 Kaidah-kaidah Nahwu (Pengantar  Ilmu Nahwu) serta beliau mewajibkan seluruh santri dan para guru untuk senantiasa menggunakan Bahasa Arab.

Disamping mengembangkan Bahasa Arab di pondok pesantren beliau sendiri, juga mengajar secara rutin di beberapa pondok pesantren, seperti di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Sukorejo Situbondo, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan di beberapa  pondok pesantren lainnya mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah.
Adapun bentuk perhatian beliau terhadap Bahasa Arab :antara Lain
  • Beliau sering mengisi seminar-seminar di berbagai perguruan tinggi dan pondok pesantren serta berbagai lembaga pendidikan untuk menjelaskan pentingnya Bahasa Arab.
  • Mengirim beberapa guru dan santri untuk mengajar khusus Bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
  • Menerima  dan mengadakan kursus Bahasa Arab secara gratis di Pondok Pesantren Darullughah yang terbuka untuk umum serta beliau menangani sendiri setiap ada rombongan kursus dari pondok-pondok dan perguruan tinggi.
  • Senantiasa memberikan motivasi kepada para ulama/kyai untuk membiasakan berbahasa Arab. Dan menyarankan agar mewajibkan santrinya berbahasa Arab.
  • Senantiasa menyuruh guru-guru untuk mengarang hal-hal yang berhubungan dengan bahasa Arab.
  • Mengawasi guru-guru agar menerangkan pelajaran dengan bahasa Arab dan menegurnya apabila diketahui menjelaskan pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa selainnya.
Cita – Cita Besar Ust. Hasan Baharun

Beberapa bulan sebelum beliau wafat sering mengungkapkan cita-cita besar beliau yaitu ingin membuat organisasi  yang dapat menyatukan Ummat Islam. Karena beliau berpendapat bahwa dengan persatuan Ummat Islam banyak hal yang bisa dilakukan. Bahkan ketika ada perrtemuan Ulama di Jakarta dan beliau berhalangan hadir beliau  menitip surat kepada Ust Qosim Baharun yang mewakilinya untuk membacakan surat tersebut sebagai usulan dari beliau yaitu agar para ulama menggagas Organisasi Persatuan Habaib, Ulama, Kiyai, Santri dan para simpatisan  dalam ikatan satu wadah non politik yang tujuannya murni untuk kepentingan Ummat Islam. Bahkan beliau berjanji sanggup meninggalkan pondok dan menyerahkan urusan pondok kepada putranya Al-Habib Zain Baharun sedangkan beliau sendiri ingin bersilaturrrahmi ke para Ulama di seluruh nusantara untuk mensosialisasikan ide besar dan mulia tersebut.

Sifat-Sifat  Dan Kisah-Kisah Keteladanan Abuya Ust. Hasan Baharun

Beberapa sifat yang menonjol Ust. Hasan  yang  sudah sangat makruf di kalangan santri, dan guru-guru,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiorA-haJoMzehOQnua75daQW9s9_wOzOmAHhnvz_7bYsUUeOBv8DWjw6Nl-V0H3BisPy_3y14nCX04ldd27MoBv_nr7fVXdQRC4I_v8-tlygXizMxlfFbYrFLw2i3AKnAMMGXkfbwE735o/s1600/FB_IMG_1419978698445.jpg
kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau  sebagai seorang  figur  ulama sebagai pewaris nabi betul-betul beliau mewarisi sifat-sifat sikap dan perjuangan  Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW. Dan Agar kita lebih jelas akan dipaparkan sifat-sifat tersebut serta contoh-contoh sebagian peristiwa serta kehidupan beliau sehingga kita dapat meniru sifat dan sikap keteladanan beliau yang juga senantiasa ditanamkan bagi santri-santrinya adalah sebagai berikut ;
• Sabar
Adapun salah satu sifat yang menonjol pada diri beliau adalah sifat sabar. Kesabaran  Ust Hasan  sangat dikenal oleh semua kalangan  baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau,  Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun:  “Hasan itu sangat sabar, kalau  saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu  orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut.“ Begitu menurut penuturan Hb. Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan  menghadap ilahi.  Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok.

Ust. Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan  mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.

Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa  orang sebanyak 2-3 truk  untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW.

Adapun cerita-cerita tentang kesabaran Ust Hasan banyak sekali sehingga tidak mungkin untuk diungkapkan disini.
• Istiqomah
Sifat Istiqomah Ust Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena  beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan  tepat pada pukul  02. 00  ( tidak boleh lebih  atau kurang ).

Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan  dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi  (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.   
• Tawakkal
Abuya Ust. Hasan mempunyai jiwa tawakkal yang luar biasa sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran:

“Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang  Indonesia dalam krisis moneter!”

Kemudian apa kata beliau, “Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain khan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter?”

Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, “Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kita mengukur dengan kemampuan kita maka hasilnyapun Allah akan memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita,” Inilah  diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.

Bahkan apabila mau membangun beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula.

Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana  untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT.

Dan Insya-Allah pasti selesai tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdo’a. Begitulah saran-saran beliau kepada  para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.
• Dermawan dan Sangat Perhatian terhadap Fakir Miskin dan Anak Yatim
Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh aba dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial  terutama memiliki kepedulian kepada para ffakir-miskin dan anak yatim.

Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan belia membagikan hadiah  pakaian  hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu.
• Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok.

Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.

Demikian pula beliau dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.
• Tawadlu’
Walaupun beliau sebagai ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majlis ta’lim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu’ beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama dan auliya’, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.
Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu’ dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu.
Diantara doa yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlu’nya tersebut dengan senantiasa memanjatkan do’a agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).
• Kesederhanaan  Pribadi  Ust. Hasan
Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan  Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-bisa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rihda kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlispertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok   untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.
Selain kesederhanaan dalam berpakaian  beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola  kehidupan sehari-hari,  banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudsah menjadi pilihan  beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas  santri.

Kesaksian Dan Komentar-komentar Ulama, Tokoh Masyarakat dan Dewan Guru tentang Ust. Hasan Baharun

Kesaksian Para Ulama, Pejabat dan tokoh masyarakat tentang utadz Hasan baharun antara Lain adalah sebagai berikut :
1. Kesaksian Abuya Sayyid. Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Makkah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFLfZC46LYwMGouO3I47j6dmBC_Bq1PFSiSCkRcB_r_IogM6sxCnGYzWL0OobJAjbXFa1uUW74TpyaRAYvFqYaBDcBqXjbDBOcsu6NTtQZS_48C80RHIYl3m2-p_bi7uMfWN4bNtRwchOq/s1600/abuya+muhammad.jpg
Kesaksian Abuya Sayyid Muhammad ini sering terlontar ketika beliau mengajar murid-muridnya, beliau mengatakan bahwa: “Apabila kamu ingin mencontoh kesabaran, jiwa perjuangan dan tawakkal, maka contohlah Ustadz Hasan Baharun.”
2. Kesaksian Habib Umar Bin Hafidz Hadhromaut Yaman
“Ustadz Hasan adalah orang pertama yang membuka kembali hubungan antara Yaman dan Indonesia setelah terputus puluhan tahun lamanya  dan beliau yang mulai mengirimkan santrinya untuk belajar di Yaman sehingga semua pahala orang yang belajar keYaman akan kembali pahalanya kepada Al-Alim Al-Allamah Adda’i Ilallah Al-Ustadz Hasan Baharun.” Demikian penuturan Habib Umar Bin hafidz di depan para santri dan ulama dalam ziarohnya di Pondok Raci 2 tahun setelah wafatnya Ust. Hasan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoJgZ3bIejUit1xCjqlonuaFlY9c4btCiOMlfuscoMsW_NHgVsGHTtc5Yg28d9zpiPX8bEMpu1qTebd6_9kQMORNCnPGohArWbKNaoYGB1UsvNtUm4JNGLfCStAo3gjlnsRaKKGtTtJIyS/s1600/Hb+Ahmad+Segaf.jpg
Habib Ahmad Bangil
3. Kesaksian Ust. Al Habib Ahmad bin Husein Assegaf Bangil
“Ustadz Hasan Adalah Putra tebaik sejawa
 timur darii keturunan Sadah Ba”alawi “ unkapan ini 
terlontar ketika beliau memberikan sambutan pada 
acara pemakaman Ust. Hasan.
4. Kesaksian  Ust. Sholeh Bin Sahl Jalan Jawa Pasuruan
“Seandainya kamu tahu bahwa ada orang besar di Pasuruan niscaya kamu tidak akan mendatangi saya.” Dan setelah beberapa hari kemangkatan Ustadz Hasan beliau mengungkapkan kembali kepada tamu-tamunya bahwa yang memegang Pasuruan telah tiada.


 Sumber: Ma’had Darullughah wadda’wah